Pakar UGM Kritisi RUU Ekonomi Kreatif
- Detail
- Ditulis oleh FEB UGM
- Kategori: Berita
- Dilihat: 2164
Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI tengah menyusun RUU tentang Ekonomi Kreatif yang diharapkna bisa menjadi payung hukum dalam pengembangan ekonomi kreatif di Indonesia. Meskipun demikian, RUU tersebut dinilai masih memiliki beberapa kelemahan diantaranya tentang cakupan industri kreatif bahkan adanya keharusan adanya sertifikasi
produk yang dianggap akan menghambat kreatifitas para kreator dan inovator muda. “Saya khawatir UU ini menghambat kreatifitas, karena ada keharusan sertifikasi. Bagi saya pelaku usaha harus punya sertifikat apakah itu akan menghambat atau tidak,” kata Dekan Fakultas Hukum UGM Prof Muhammad Hawin SH., LL.M., Ph.D., dalam dikusi uji sahih RUU Ekonomi Kreatif di Gedung Pertamina Tower FEB UGM, Selasa (13/10).
Menurut Hawin keberadaaan RUU ini akan memperbaiki pelaksanaan Hak Kekayaan Intelektual di Indonesia (HAKI), namun cakupan bidang industri kreatif yang didisebutkan dalam RUU perlu diperluas. “Pihak lain seperti perguruan tinggi atau lembaga yang lain apakah juga tertlibat?,” katanya.
Dia berharap pelaku ekonomi kreatif yang menghasilkan karya baru perlu mendapat perlindungan. Namun, mekanisme perlindungan tersebut perlu diperjelas karena selama ini dalam pengajuan paten pelaku usaha yang membiayainya justru yang mendapat perlindungan . Sementara itu yang bekerja tidak mendapat perlindungan. “Perlu ada ketegasan, pelaku ekonomi keratif mendapat perlindungan,” imbuhya.
Ia juga mengkritisi salah satu pasal dalam RUU tersebut yang menyatakan bahwa pemerintah dapat memberikan pembiayaan bagi pelaku usaha ekonomi kreatif. Kata ‘dapat’ tersebut menurutnya perlu diubah karena pemerintah wajib untuk membiayai. “Itu tidak boleh, padahal pembiayaan itu sebagai sebuah keharusan,” tegasnya.
Sementara itu Wakil Gubernur DIY Paku Alam IX mengharapkan RUU ini bisa menjadi payung hukum serta memberikan perlindungan bagi pelaku usaha ekonomi kreatif. Menurut Paku Alam selama ini mereka hanya mengandalkan pada peraturan iInpres No. 6 tahun 2009 tentang pengembangan ekonomi kreatif.
Paku Alam mengatakan DIY merupakan salah satu dari kota di Indoensia yang dijuluki sebagai kota kreatif karena memiliki sumber daya manusia kreatif dengan produk usaha yang bisa menopang ekonomi masyarakat. “Kreatifitas warga DIY ini menjadikan karya yang dihasilkan memiliki nilai jual tinggi,” katanya.
Pimpinan Komite III DPD RI Sulistiyo mengatakan RUU ini bisa dijadikan landasan hukum bagi pengembangan ekonomi kreatif sekaligus mendukung program kerja Badan Ekonomi Kreatif yang dibentuk oleh Presiden. “RUU ini bisa mensinkronkan kebijakan dalam bidang ekonomi kreatif,” katanya.
Sumber: ugm.ac.id