- Detail
- Ditulis oleh FEB UGM
- Kategori: Berita
- Dilihat: 2245
Kehebatan perindustrian negara Korea Selatan saat ini sudah tidak diragukan lagi. Gelombang industri Korea Selatan baik dari industri manufaktur, fashion hingga musik dan hiburan lainnya telah mampu memikat hati konsumen di pasar global. Beberapa merek terkenal yang menduduki posisi top brand di dunia mulai diisi oleh merek-merek asal negeri gingseng tersebut. Sebut saja Samsung, Hyundai, atau KIA mobil yang penjualannya semakin meningkat sepanjang tahunnya. Industri hiburan juga mulai menyebarkan demam K-Pop dan drama-drama korea pada anak muda di dunia.
Gambaran mengenai kemajuan perkembangan perekonomian Korea Selatan inilah yang disampaikan oleh Prof. Lee Kang Yong dalam kunjungan ke FEB UGM (17/5) lalu. Lee Kang Yong merupakan anggota Korean International Cooperation Agency (KOICA) sebuah lembaga di Korea Selatan yang berfokus pada peningkatan kesejahteraan masyarakat dan kompetensi sumber daya manusia di dunia khususnya di negara berkembang. Dalam kuliah umumnya, Lee Kang Yong menjabarkan mengenai tahapan periodisasi kebangkita perekonomian Korea Selatan. Diawali masa kepemimpinan Park Chung Hee, mantan presiden Korea Selatan yang mampu meningkatkan kembali kesejahteraan masyarakat dan menghapuskan korupsi besar-besaran di tubuh pemerintahan dalam negeri. Korea Selatan pun melakukan pergeseran ekonomi dari negara agraris menjadi negara industri yang berbasiskan teknologi maju. Saat ini Korea Selatan telah menjadi salah satu negara industri yang maju dan modern di dunia.
Lee Kang Yong menjelaskan bahwa untuk mendapatkan lompatan perekonomian hingga seperti saat ini, Korea Selatan membutuhkan tahapan-tahapan yang cukup panjang dan tidak mudah. "Untuk menjadi negara industri terbaik, setiap target-target yang dibuat oleh negara harus dicapai," ungkap Lee Kang Yong. Terdapat beberapa kondisi yang akan mempermudah sebuah negara untuk meningkatkan potensi industrinya yaitu besarnya semangat wirausaha dalam diri masyarakat dan budaya untuk selalu bekerja keras. Lee Kang Yong juga menambahkan bahwa selain faktor dari dalam sumber daya manusia, pemerintah juga harus mendukung melalui kebijakan ekonomi yang baik seperti aktif mempromosikan ekspor dan melindungi industri dalam negeri yang masih pemula. Dengan terpenuhinya hal-hal tersebut maka akan tercapai suatu industrialisasi dan perkembangan ekonomi yang lebih baik. "Semua harus diawali dengan can do spirit," ujar Lee Kang Yong saat memberikan optimisme kepada mahasiswa.
Sumber: Poppy/FEB
- Detail
- Ditulis oleh FEB UGM
- Kategori: Berita
- Dilihat: 3433
Indonesia adalah salah satu dari beberapa negara yang makin signifikan daya ekonominya dalam perekonomian global yang makin terintegrasi. Indonesia juga menikmati manfaat dari penyebaran kemampuan teknis dan sains terbangunnya rantai pasokan global yang ekstensif, revolusi digital dan berbagai perkembangan teknologi lainnya.
Pada saat yang sama Indonesia juga berhadapan dengan mencuatnya tata dunia yang bersifat multipolar dimana kekuatan tersebar di banyak pusat dan mengakibatkan fragmentasi politik di tingkat global. "Hal integrasi ekonomi yang diperhadapkan dengan fragmentasi politik ini menjadi sangat relevan dalam perancangan politik ekonomi jangka panjang Indonesia", demikian disampaikan oleh Stephen J. Kobrin, Professor of Multinational Management dari The Wharton School of the University of Pennsylvania, dalam kesempatan kuliah umum di FEB UGM, Kamis, 16 Mei 2013.
Perekonomian dunia yang terintegrasi dan masalah-masalah berskala global seperti perubahan iklim, pandemi, terorisme, dan cybercrime menuntut tata kelola global yang bersifat kooperatif, atau yang disebut sebagai multilateralisme. Namun demikian, ternyata tidaklah mudah atau bahkan mustahil untuk menciptakan perjanjian-perjanjian multilateral: putaran Doha telah mati suri selama lebih dari satu dekade, dan perjanjian-perjanjian tentang iklim tampaknya sulit untuk menjadi kenyataan.
Salah satu penyebabnya adalah meningkatnya fragmentasi dalam sistem politik international: mencuatnya tata dunia yang bersifat multipolar dimana kekuatan tersebar di banyak pusat; peningkatan dramatis dalam jumlah negara yang memiliki daya ekonomi yang signifikan; dan runtuhnya ideologi liberal pasca perang dunia kedua yang selama ini mendasari sistem internasional.
Sebagai akibatnya, kebutuhan terhadap multilateralisme menjadi semakin mendesak dan pada saat yang sama semakin sulit untuk dicapai. Hal ini terlihat dari semakin banyaknya perjanjian bilateral yang terjadi antar negara, padahal perjanjian bilateral tidak menjamin keadilan atau fairness yang mungkin bisa lebih baik dicapai melalui perjanjian multilateral. Bahkan, perjanjian bilateral berpotensi menimbulkan distorsi pada kepercayaan besama (mutualtrust) yang menjadi dasar mutlak dalam perjanjian multilateral. "Tata kelola global yang efektif mensyaratkan adaptasi kepada realitas politik yang baru", lanjut Prof. Stephen J. Kobrin.
Kuliah umum oleh Prof. Stephen J. Kobrin dari The Wharton School of the University of Pennsylvania ini merupakan bagian dari serangkaian upaya Tanoto Foundation untuk mengembangkan kerjasama antara Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Gadjah Mada dan The Wharton School of the University of Pennsylvania, terutama dalam peningkatan kapasitas staf pengajar.
Sihol Aritonang, Ketua Pengurus Tanoto Foundation menyatakan,"Menjadi kehormatan bagi Tanoto Foundation untuk dapat merintis kerjasama yang baik dan bersifat jangka panjang antara The Wharton School dengan Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Gadjah Mada, terutama dalam mengembangkan kapasitas staf pengajar. Kuliah umum kali ini menjadi awal dari rangkaian kuliah umum lainnya yang akan dilaksanakan di Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Gadjah Mada, serta berbagai bentuk kerjasama lainnya dengan The Wharton School."
Sumber: P2EB
- Detail
- Ditulis oleh FEB UGM
- Kategori: Berita
- Dilihat: 2287
Pertumbuhan ekonomi Indonesia yang berada di posisi tiga besar setelah China dan India bukanlah isapan jempol tapi memang benar adanya. Dibuktikan dengan bertambahnya jumlah masyarakat kelas menengah Indonesia yang mencapai 36 juta penduduk. Ditambah dengan bangkitnya industri manufaktur Indonesia yang sebagian besar telah berhasil menguasai pangsa pasar dunia. Oleh karena itu, kekuatan ekonomi ini menjadi modal bagi Indonesia untuk menuju ASEAN Economic Community pada tahun 2015.
Demikian dikemukan oleh Komisaris Independen BCA dan Unilever Indonesia, Dr. Cyrillus Harinowo dalam diskusi kebangkitan industri manufaktur Indonesia di FEB UGM, Senin (13/5). Dalam diskusi yang dipandu oleh pengamat ekonomi Dr. Tony Prasetiantono, Harinowo mengatakan kebangkitan industri Indonesia telah terjadi dan jauh melampaui laporan Badan Pusat Statistik. Dia menyebutkan industri makanan dan minuman, secara kasual pertumbuhan mereka umumnya double digit. "Dewasa ini Indofood, Wings, Mayora, Garudafoods, ABC, Dua Kelici, Teh Sosro, Ultra Jaya adalam nama pemain lokal yang semakin menggurita," katanya.
Bidang industri otomotif mesin dan elektronika juga mengalami pertumbuhan pesat diatas 20%. Yang mengherankan, imbuhnya, BPS justru melaporkan industri kayu, pulp, paper dan barang cetakan. Padahal menurut Harinowo, industri ini sangat tidak mungkin tumbuh negative growth karena pertumbuhhan mereka didorong oleh indutsri makanan dan minuman, tekstil, eletronika dan farmasi untuk kebutuhan packaging. Memang diakui Harinowo, industri kayu di luar Jawa yang menggunakan HPH mengalami penurunan namun sebaliknya industri kayu di jawa bangkit pesat. "Salah satunya industri budidaya kayu sengon untuk dijadikan plywood, hardboard sangat maju pesat," katanya.
Harinowo mencontohkan lagi, Sinar Mas yang bergerak di bidang minyak sawit, pulp and paper, properti dan industri keuangan telah ekspansi ke China dengan mendirikan 21 pabrik pulp and paper, lokasinya di Hainan dan Guangxi. "Sebagian besar pulp impor dari Indonesia. Lewat Asia Pulp and Paper (APP), mereka menjadi pemain nomor satu di China. Mereka juga punya 4 pabrik di Kanada, dan masing-masing satu pabrik di Amerika, Perancis dan Jerman," tuturnya.
Di industri tekstil, Harinowo mencontohkan Sritex telah membangun pabrik garmen dan unit spinning mill (pemintalan). Sritex kini memiliki 123 unit spinning mill, padahal untuk membangun satu unit membutuhkan dana sedikitnya Rp 400 milyar. Perusahaan ini menjual permintaan benang dari Negara luar. "Benang saja, China pesannya ke Sritex. Perusahaan ini juga membuat pesanan baju pakaian milier Nato dan tentara Belanda," katanya.
Dalam kesempatan itu, Harinowo juga menceritakan cerita sukses salah satu nasabah Bank BCA yang bernama Hadi Rahardja berhasil membangun pabrik kertas karton terbesar di Indonesia padahal awalnya tahun 1992 ia hanya jadi pengumpul karton bekas yang diperoleh dari pemulung. Untuk meningkatkan kapasitas produksi 650 ton per hari, ia membeli perusahaan kertas karton yang sudah bangkrut selama 30 tahun di Italia. "Nilai penjualannya saat ini meningkat dari Rp 500 milyar menjadi Rp 1 triliun per tahun," katanya.
Alumnus jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi UGM ini mengatakan sudah saatnya pengusaha dan pelaku bisnis serta pengamat ekonomi menebar sikap optimisme pada masa depan ekonomi Indonesia. "Never under estimate kekuatan bisnis Indonesia," pungkasnya.
Sumber: Gusti/UGM
- Detail
- Ditulis oleh FEB UGM
- Kategori: Berita
- Dilihat: 2632
Menurunnya jumlah publikasi ilmiah yang diterbitkan dosen dalam kurun waktu lima tahun terakhir, Fakultas Ekonomika dan Bisnis mendirikan Kantor Publikasi FEB. Selain untuk mengenjot jumlah publikasi ilmiah, Kantor ini juga mengumpulkan dan mengelola publikasi ilmiah para dosen agar dapat diakses oleh masyarakat.
Kepala Kantor Publikasi FEB UGM, Prof. Mudrajad Kuncoro. Ph.D., mengatakan sepanjang tahun 2008 hingga 2012, dari 135 dosen di lingkungan FEB UGM menghasilkan 995 karya ilmiah. Itu pun tidak seluruhnya merupakan publikasi internasional, melainkan karya ilmiah berupa 121 buku, 112 makalah seminar dan konferensi, 243 publikasi jurnal, 70 proceeding, dan 6 paper. "Untuk di jurnal internasional sebanyak 133 publikasi dan 110 publikasi di jurnal nasional," kata Mudrajat, Jumat (10/5).
Dari ketiga jurusan di FEB, Manajemen, Akuntansi dan Ilmu Ekonomi, Mudrajad mengatakan jurusan Akuntansi yang paling banyak menerbitkan publikasi di jurnal internasional yakni 56 publikasi, diikuti jurusan manajemen 40 publikasi dan ilmu ekonomi sebanyak 37 publikasi.
Namun yang paling disoroti, kata Mudrajat adalah publikasi kerjasama working paper yang hanya menghasilkan 6 publikasi. Bahkan untuk publikasi kasus selama lima tahun, dosen FEB hanya mampu menghasilkan 11 kasus. "Padahal banyak kasus yang bisa dijadikan riset," ungkapnya.
Mudarajat yang menjadi salah satu dari lima dosen FEB yang paling produktif menerbitkan karya ilmiah, menegaskan publikasi ilmiah menjadi sarana untuk memproleh cum bagi peneliti. Lebih dari itu, juga menjadi sarana untuk menyampaikan informasi kepada masyarakat terhadap hasil penelitian dan pengembangan masyarakat.
Dosen Manajemen FEB, Nurul Indarti, Ph.D., menuturkan kantor publikasi FEB diharapkan mampu mengelola pengetahuan yang dihasilkan para dosen dan mahasiswa agar bisa diakses langsung masyarakat lewat media teknologi informasi www.publications.feb.ugm.ac.id. "Selain bisa diakses dan bisa diseminasikan di masyarakat tanpa harus datang ke FEB," ujarnya.
Hasil riset pengetahuan yang dihasilkan akademisi diakui Nurul dirasakan sangat membantu kalangan wirausaha. Menurutnya, wirausaha sukses umumnya memiliki pengetahuan yang lebih banyak. Kendati demikian, dari hasil penelitiannya pada ribuan wirausaha yang ada di tanah air menunjukkan hal sebaliknya. "Aspek marketing dan kesiapan sosial networking, ternyata sangat membantu mereka untuk bisa sukses," ungkapnya.
Sumber: Gusti/UGM
- Detail
- Ditulis oleh FEB UGM
- Kategori: Berita
- Dilihat: 5852
Dashboard Ekonomika Kerakyatan (DEK) Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Gadjah Mada menyelenggarakan seminar bulanan (7/5) dengan tema "Peran Kepemimpinan Kebangsaan dan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan Menuju Desa Mandiri" di Auditorium BRI Lantai 3 Gedung MSi FEB UGM. Hadir sebagai pembicara Letjen. (Purn.) Agus Widjojo dengan moderator Prof. Gunawan Sumodinigrat, M.Ec. sekaligus sebagai Koordinator Dewan Pengurus Dashboard Ekonomika Kerakyatan FEB UGM.
Acara yang dibuka oleh Prof.Wihana Kirana Jaya, M.Soc.Sc.Ph.d sebagai Dekan FEB UGM ini diikuti oleh lebih dari 100 peserta yang terdiri dari perwakilan akademisi, pemerintah pusat dan daerah, pendamping PNPM, pengusaha, dan masyarakat. Dalam sambutannya, Prof. Wihana mengungkapkan bahwa permasalahan lokal tidak boleh ditinggalkan walaupun tuntutan globalisasi semakin besar. FEB UGM melalui Dashboard Ekonomika Kerakyatan ingin kembali merajut pemikiran para founding-fathers UGM, seperti Prof. Mubyarto dan Prof. Koesnadi, yakni mengembangkan kembali ekonomi kerakyatan. DEK dapat membantu dalam mengembangkan local entrepreneur and leadership melalui pendampingan dan juga kolaborasi antara pihak akademisi dengan praktisi di lapangan.
Sebagai pembicara utama, Letjen (Purn.) Agus Widjojo memaparkan tentang pentingnya kepemimpinan berkarakter bagi sebuah bangsa. Letjen (Purn.) Agus yang merupakan Staf Percepatan Kebijakan Presiden banyak mengupas tentang teori kepemimpinan, seperti teori orang besar yakni sejarah dibentuk oleh orang besar yang memiliki karisma, teori legal yakni kepemimpinan yang diikuti kewenangan, dan beberapa teori lainnya.
Ia mengungkapkan bahwa tolok-ukur keberhasilan sebuah kepemimpinan ditentukan bukan oleh seberapa pandai dan hebat pimpinan, melainkan seberapa sukses organisasi dan pengikutnya mampu mencapai tujuan dan melahirkan calon-calon pemimpin baru di masa depan. Ia juga menambahkan terdapat banyak pemimpin 'imitatif' di Indonesia yang hanya mengandalkan popularitas namun lemah dalam hal kompetensi. Masyarakat harus pandai dalam memilih pemimpinnya.
Letjen.(Purn.) Agus juga mengingatkan bahwa Indonesia tidak boleh terlena oleh tingkat pertumbuhan ekonomi yang mencapai 6 %. Hal ini dikarenakan pertumbuhan tersebut bukan berasal sepenuhnya dari produktivitas penduduk, namun karena faktor-faktor lain. Pemerintah dan masyarakat perlu bekerja sama meningkatkan efisiensi untuk mendongkrak daya saing nasional.
Kegiatan ini ditutup dengan diskusi tanya-jawab. Para peserta tampak antusias untuk mendapat kesempatan bertanya. Hal ini juga ditunjukkan oleh beberapa dosen FEB UGM yang berpartisipasi seperti Drs. Hargo Utomo, Ph.D, Drs. Harimurti Subanar, MM dan Muhammad Edhie Purnawan, Ph.D. Diskusi ini banyak mengupas tentang praktik nyata kepemimpinan di lapangan dan juga upaya untuk mewujudkan desa mandiri.
Seminar ini merupakan salah satu kegiatan Dashboard Ekonomika Kerakyatan FEB UGM dalam upaya menggali kembali potensi ekonomi kerakyatan. Seminar ini akan dilaksanakan setiap bulan sekali di hari Selasa minggu pertama dengan tema yang berbeda-beda.
Sumber: Rahmat/FEB
- Detail
- Ditulis oleh FEB UGM
- Kategori: Berita
- Dilihat: 2340
Pertumbuhan perekonomian Indonesia saat ini menempati urutan ketiga di kawasan Asia Pasifik setelah China dan India. Menurut Deputi Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Drs. Anis Baridwan, MBA., penguatan pertumbuhan ekonomi Indonesia tidak lepas dari besarnya aset industri perbankan yang mendominasi seluruh total aset industri keuangan. Bahkan dari total aset industri keuangan, sebanyak 82,1 % atau Rp 3.653 triliun merupakan aset industri perbankan. Sedangkan aset industri sekuritas mencapai Rp 51 trilium, industri multifinance Rp 293 triliun, aset industri asuransi Rp 444 triliun.
Meskipun perkembangannya sangat baik dan memiliki daya tahan terhadap krisis global, namun menurut Anis Baridwan, sektor keuangan sangat riskan terhadap pengaruh gejolak industri jasa keuangan seperti peningkatan kompleksitas produk keuangan dan kepemilikan konglomerasi lintas sektor. "OJK sengaja dibentuk untuk menata kembali fungsi pengaturan dan pengawasan jasa keuangan dalam hal tata kelola, manajemen risiko, pengawasan dan pengendalian kualitas," kata Anis saat menjadi pembicara dalam Seminar Gadjah Mada Accounting Days 2013, 'Improving Economy Through Sustainable Development and Responsible Governance', Sabtu (4/5) di Auditoium MM UGM.
Komisioner OJK yang membidani bidang Audit Internal, Manajemen Risiko dan Pengendalian Kualitas ini menambahkan, sistem pengaturan dan pengawasan sektor keuangan selama ini masih dijalankan terpisah dan belum terintegrasi sehingga OJK ditugaskan melakukan pengawasan sektor keuangan secara terpadu, independen dan akuntabel. "Integrasi sektor jasa kuangan menjadi tantangan bagi OJK untuk melakukan pengaturan dan pengawasan," imbuhnya.
Dalam acara diskusi seminar yang dipandu praktisi dan dosen ilmu komunikasi UI, Dr. Effendi Ghazali, menghadirkan Anggota Dewan Pengurus Nasional, Ikatan Akuntansi Indonesia (IAI), Dr. Khomsiyah, MM., AK., CA. Dosen FE Universitas Trisakti mengatakan tata kelola perusahaan yang baik sangat diperlukan dalam mengantisipasi perkembangan pasar modal, korporasi dan komptisi lingkungan bisnis. Pasalnya prinsip Good Corporate Governance menjadikan perusahaan mampu transparansi, akuntabilitas, responsibilitas, independensi dan fairness.
Dalam roadmap penerapan GCG, kata Khomsiyah, dibutuhkan ketentuan dan kesepakatan tata kelola oleh masing-masing perusahaan yang menekankan pada etika dan tanggungjawab sebagai anggota masyarakat. "Operasi bisnis yang baik itu harus bisa menjadi anggota masyarakat yang beretika dan bertanggungjawab," katanya.
Sumber: Gusti/UGM
Halaman 146 dari 182