Transformasi Perbankan Di Era Digital Disruption
- Detail
- Ditulis oleh FEB UGM
- Kategori: Berita
- Dilihat: 7660
"Zaman telah berubah, kegiatan di industri perbankan yang semula dilakukan secara manual sekarang semua dilakukan secara digital, bahkan hingga memunculkan disrupsi," ucap Suwignyo dalam salah satu paparannya di hadapan sekitar 360 mahasiswa peserta Executive Series.
Acara yang diselenggarakan oleh Program Studi Magister Manajemen Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Gadjah Mada Yogyakarta (MM FEB UGM), diinisiasi oleh Finance Club dan di dukung oleh MMSA MM FEB UGM ini, menghadirkan keynote speaker Ir. Suwignyo Budiman, M.B.A., selaku Director of Individual Banking Retail and Commercial Banking at BCA. Sebelum bergabung dengan BCA, Suwignyo memulai karirnya sebagai System Analyst di Bank Rakyat Indonesia (BRI) sejak tahun 1975, Kepala Divisi Teknologi (1992-1995), Staf Khusus Direksi (1995-1996), Pemimpin Wilayah Palembang (1996-1998) dan Kepala Divisi Operasional (1998-2000), anggota Tim Kuasa Direksi di BCA (Mei 1998-Juli 1998) dan Jabatan terakhir adalah Pemimpin Wilayah BRI Jawa Tengah. Pengalaman kerja dan dinamika tantangan di dunia perbankan inilah yang menjadi salah satu sumber inspirasi bagi mahasiswa.
Prof. Dr. Eduardus Tandelilin, M.B.A. selaku Direktur MM FEB UGM Kampus Jakarta dan Bayu Sutikno, Ph.D., Deputy Director MM FEB UGM Kampus Yogyakarta turut hadir dalam acara Executive Series. "Perbankan di era digital dapat dilihat dari 2 sisi yang berbeda, bisa sebagai threats atau bisa juga sebagai opportunity. Saya melihat bahwa Bank BCA telah memanfaatkan era digital ini sebagai opportunity," ucap Tandelilin ketika memberikan sambutan pembuka pada Jumat, 17 November 2017.
Dengan mengusung tema "Transformsi Perbankan di Era Digital Disruption", Tandelilin yang juga sebagai moderator, mempersilahkan Suwignyo memulai paparannya. Selama 5 tahun terakhir, aset perbankan sebesar 6.730 triliun, apabila dibandingkan dengan GDP sekitar 13.000 triliun, Indonesia masih sangat rendah dibanding dengan negara lain yang sudah lebih dari 100%. Sebanyak 50% aset perbankan di Indonesia dikuasai oleh 5 (lima) bank terbesar yaitu Bank Mandiri, BRI, BCA, BNI dan CIMB Niaga. Financial Technology (Fintech) sejak 10 tahun belakangan ini berkembang begitu hebat sehingga banyak hal-hal baru, yang pada intinya perkembangan teknologi itu memiliki speed semakin cepat, capacity semakin besar, access semakin cepat dan accuracy semakin tinggi. Sehingga, dengan berkembangnya teknologi yang begitu cepat, bukan hanya membuat financial menjadi lebih efisien, tetapi dapat menimbulkan suatu peluang baru misalnya proses baru, market baru, bisnis baru yang menyebabkan timbulnya disruption. Suwignyo mengambil sampel video financial disruption dari china yang memiliki financial disruption paling besar. Dalam video tersebut, menjelaskan bagaimana masyarakat China sudah mulai melakukan jual beli dengan sistem online, sehingga pembeli hanya perlu menggunakan smartphone untuk melakukan pembayaran.
Survei WTC 2016 dari sisi financial menyebutkan bahwa sektor yang paling banyak terpengaruh potensi most disruptive adalah consumer banking dan payment. Di sisi lain, Fintech yang merupakan teknologi baru mampu bersaing dengan perbankan yang telah berdiri sejak puluhan tahun. Mengapa demikian? Hal tersebut disebabkan perbankan memiliki regulasi yang sangat tinggi sementara Fintech tidak ada regulasinya. Sehingga, Fintech bebas mengembangkan apa saja tanpa harus terbentur dengan regulasi. Hal inilah yang dapat menyebabkan disruptive apabila perbankan tidak mampu membaca tren financial saat ini, apakah Fintech akan dianggap sebagai kompetisi, kolaborasi atau investasi.
Sumber: Irvan/MM