Perekonomian Global dan Kondisi Terkini Ekonomi Indonesia akibat Kebijakan Amerika Serikat
- Detail
- Ditulis oleh Ade
- Kategori: Berita
- Dilihat: 3088
Krisis ekonomi yang melanda Turki dan Venezuela menjadi perhatian global, tak terkecuali dengan pemerintah Indonesia. Krisis ini disebabkan karena beberapa kebijakan yang diambil oleh Donald Trump. Kebijakan tersebut menyebabkan mata uang negara-negara berkembang melemah, termasuk mata uang rupiah. Pelemahan mata uang rupiah bisa menimbulkan gejolak di masyarakat.
Oleh karena itu, Wimboh Santoso, Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melakukan kunjungan ke Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Gadjah Mada (FEB UGM) untuk memberikan kuliah umum bertema "Perkembangan Ekonomi Terkini dan Pengendalian Nilai Tukar" pada hari Sabtu (15/9). Kuliah umum yang bertempat di Ruang Kertanegara ini sekaligus menjadi ajang sosialisasi OJK kepada masyarakat khususnya akademisi mengenai kondisi ekonomi dan nilai tukar saat ini. Hal itu dilakukan supaya masyarakat tidak mengalami kepanikan mengenai nilai tukar.
Kuliah umum dimulai dengan sambutan oleh Dekan FEB UGM, Eko Suwardi, M.Sc., Ph.D. Setelah itu, kuliah umum dipandu oleh Dr. Bagus Santoso M.Soc.Sc.. Wimboh Santoso menjelaskan bahwa Indonesia memiliki kekayaan alam yang luar biasa.
Contohnya adalah pertambangan di Papua yang dikelola oleh Freeport. Sayangnya, pertambangan tersebut belum bisa diolah sendiri karena faktor politik ekonomi.
Selain itu, perekonomian Indonesia juga masih bergantung pada sektor komoditas. Misalnya seperti minyak mentah dan minyak kelapa sawit. Dua komoditas ini dijual langsung tanpa diolah terlebih dahulu. "Anehnya, Indonesia justru mengimpor hasil olahan komoditas yang diekspor. Apabila Indonesia bisa mengolah komoditas tersebut, Indonesia bisa menjadi negara yang besar dan kaya." kata Wimboh.
Menurut Wimboh, Amarika Serikat yang memiliki inovasi di bidang teknologi, bercita-cita ingin menjadi "rule of the world". Maka dari itu, Amerika Serikat melakukan produksi secara masif untuk menguasai pasar dunia dengan teknologi yang dimiliki. Hal itu dilakukan Trump dengan cara melakukan sistem proteksi dengan mengenakan tarif impor yang besar. China dan Turki terimbas dengan kebijakan proteksi tersebut.
Tiga negara yang mengalami kesulitan ekonomi saat ini adalah Turki, Venezuela, dan Argentina. Penyebabnya adalah normalisasi suku bunga yang dilakukan oleh Amerika Serikat pasca krisis global 2008 dan tekanan nilai tukar.
Lalu, dari dalam negeri, Indonesia sudah lama terjerat oleh kebijakan subsidi energi. Subsidi energi yang seharusnya dinikmati oleh masyarakat miskin justru dinikmati oleh masyarakat mampu seperti pengusaha. Oleh karena itu, subsidi energi dialihkan untuk pembangunan infrastruktur sperti jalan tol, bandara, dan LRT. Pembangunan infrastruktur ini diharapkan mampu mengintegrasikan antara satu wilayah dengan wilayah lain. Misalnya saja antara tempat wisata dengan hotel atau dengan tempat wisata lain.
Wimboh menambahkan bahwa Indonesia perlu mendorong pembangunan perumahan. "Ketika bangun rumah, butuh semen, kayu, baja, dan besi. Butuh tenaga kerja. Industri mendapatkan permintaan. Penduduk mendapatkan pemasukan. Lalu yang perlu diperhatikan juga adalah persediaan materialnya. Jangan sampai mau bangun rumah tetapi materialnya tidak ada. Nanti harga akan naik." tambah Wimboh.
Selain infrastruktur dan perumahan, Indonesia juga perlu menggenjot ekspor khususnya bidang pariwisata. Untuk menggenjot pariwisata, perlu infrastruktur yang terintegrasi. "Tempat wisata harus terintegrasi mulai dari objek wisatanya, akomodasi, transportasi, kerajinan tangan, pengalaman yang didapatkan oleh turis, sanitasi, dan objek wisata sekitarnya. Jangan sampai nanti turis asing kecewa karena hanya menikmati tempat wisata dalam hitungan jam. Coba bandingkan dengan Disney Land yang memiliki paket pariwisata. Turis akan ditanya mau berwisata berapa lama, 3 hari? 2 minggu? Atau 3 minggu?", kata Wimboh.
Sumber: Ade/FEB