Mengenal Filsafat Ilmu dalam Penelitian Akuntansi dan Bisnis
- Detail
- Ditulis oleh Kirana
- Kategori: Berita
- Dilihat: 3234
Laboratorium Akuntansi, Departemen Akuntansi, Fakultas Ekonomika dan Bisnis UGM bersama dengan Program Studi Magister Sains dan Doktor (MD) FEB UGM menyelenggarakan Seri Webinar dengan tema "Filsafat dan Pendekatan Penelitian Akuntansi dan Bisnis". Pengenalan dan pemahaman terhadap filsafat serta pendekatan riset yang penting bagi peneliti juga mahasiswa dalam melakukan penelitian menjadi esensi dari seri tersebut. Seri Webinar ini terdiri dari 7 rangkaian sesi diskusi dengan 7 topik yang berbeda di tiap sesinya yang akan dilaksanakan dari 9 April – 4 Juni 2021. Pada Jumat (9/04) rangkaian pertama Seri Webinar telah berhasil dilangsungkan dengan membawakan topik "Pengantar Filsafat Penelitian Akuntansi dan Bisnis".
Sesi diskusi melalui platform Zoom dan kanal YouTube Fakultas Ekonomika dan Bisnis UGM ini dibuka oleh seorang Master of Ceremony (MC), yaitu Laksmi Chandra Suharto, S.E. Sebelum memasuki inti acara, sambutan hangat diberikan oleh Dekan FEB UGM, Eko Suwardi, M.Sc., Ph.D., yang kemudian dilanjut dengan perkenalan moderator acara, Annisa Hayatun Nazmi Burhan, S.E., M.Sc., sebagai pemandu jalannya acara. Mulai dari dosen akuntansi dan manajemen, mahasiswa, tenaga pendidik, hingga praktisi hadir sebagai partisipan webinar dan secara antusias menyimak pembicara pada sesi kali ini, Vogy Gautama Buanaputra, M.Sc., Ph.D., AFHEA.
Acara inti dari sesi diskusi dimulai dengan pemaparan materi oleh Vogy Gautama yang tujuannya berusaha untuk memperkenalkan paradigma-paradigma seperti positivisme hingga realisme kritis kepada para partisipan webinar. Dalam pemaparannya, ia menjelaskan apa yang menjadi fundamental dari filsafat ilmu sebagai jembatan kepada sesi-sesi diskusi berikutnya dari seri webinar. Secara garis besar, Vogy memaknai filsafat sebagai pencarian suatu prinsip utama. "Penting bagi kita untuk mempelajari filsafat karena filsafat akan membantu kita dalam mengklarifikasi penelitian.", ujarnya menekankan pentingnya filsafat.
Paradigma pertama yang diperkenalkan dalam pemaparan materi adalah positivisme. Positivisme dianggap sebagai paradigma mainstream dan tak sulit kita temui pada penelitian-penelitian yang telah ada. Paradigma ini cenderung menggunakan pendekatan ilmu alam dan penjelasan universal dengan pendekatan ilmiah. Paradigma yang kedua adalah interpretivisme. Berbeda dengan paradigma sebelumnya, interpretivisme dianggap non-mainstream dan berangkat dari ontologi yang berbeda dari positivisme. Paradigma yang dipelopori oleh Max Weber ini berasumsi bahwa realitas adalah subjektif dan dikonstruksi oleh aktor-aktor sosial. Penelitian dengan paradigma ini menggunakan metode yang bertujuan memahami interpretasi dari para aktor, seperti wawancara dan observasi.
Paradigma ketiga yang dijelaskan oleh pembicara adalah fenomenologi. Paradigma ini masih berkaitan dengan interpretivisme, tetapi tak semata-mata berfokus pada realitas yang diciptakan aktor sosial saja. Fenomenologi berfokus pada bagaimana memaknai suatu interaksi, proses, dan fenomena dari sudut pandang yang subjektif. Paradigma yang keempat adalah post-strukturalis yang dipelopori oleh Michel Foucault, Jacques Derrida, dan Ernesto Laclau. Post-strukturalis berawal dari strukturalisme yang cenderung mengarah ke positivisme dan dimaknai sebagai struktur sosial yang mengkondisikan aktor sosial. Namun, paradigma ini kemudian menentang pemikiran strukturalisme dan berasumsi bahwa realitas terbentuk secara subjektif yang dimediasi oleh bahasa dan teks. "Kebenaran itu sangat, sangat relatif karena terbatasi oleh ruang dan waktu, historis, budaya, dan lain-lain.", jelas Vogy.
Selanjutnya, pembicara mengelaborasikan paradigma kritis (critical) dan paradigma realisme kritis (critical realism). Paradigma kritis dipengaruhi oleh ide Marxisme klasik dan terinspirasi paradigma dialektik Nietzsche, Max Weber, dan Habermas. Paradigma ini percaya bahwa individu atau masyarakat memiliki potensi secara historis yang tidak dapat terealisasi karena sistem dominasi material yang memungkinkan terjadinya represi dan penggunaan kekuatan (power) sosial. Contoh penelitian menggunakan paradigma ini adalah investigasi bagaimana praktik akuntansi pada bagian produksi yang dilakukan oleh Uddin & Hopper (2001).
Sedangkan, paradigma realisme kritis salah satunya berangkat dari pendapat bahwa sesuatu yang tidak bisa kita lihat dan tidak bisa disentuh secara empiris bukan berarti hal tersebut tidak ada. Ada yang menganggap paradigma ini sebagai alternatif antara positivisme yang objektif dan post-strukturalisme yang sangat relatif. Secara garis besar, realisme kritis berasumsi realitas itu berada secara independen dari agen sosial dan terdapat elemen objektivisme. Contoh penelitian menggunakan paradigma ini adalah investigasi mekanisme generatif yang mengkondisikan praktik tata kelola korporat oleh Ahmed & Uddin (2018). Acara kemudian berlanjut kepada sesi diskusi tanya jawab yang dipandu oleh moderator. Partisipan webinar secara antusias mengajukan pertanyaan-pertanyaan kepada pembicara untuk lebih lanjut mengupas dan memahami materi pada sore hari itu.
Reportase: Kirana Lalita Pristy/Sony Budiarso.