Kontribusi Ekonom FEB UGM Dalam Pembangunan Pertanian Indonesia
- Detail
- Ditulis oleh Kurnia
- Kategori: Berita
- Dilihat: 526
Kemajuan sektor pertanian Indonesia saat ini tak lepas dari peran tokoh-tokoh bangsa di masa lalu. Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Gadjah Mada (FEB UGM) turut berkontribusi dalam pembangunan sektor pertanian di tanah air. Tidak sedikit ahli atau ekonom lintas generasi FEB UGM yang berperan dalam pengembangan sektor pertanian, salah satunya adalah Prof. Mubyarto.
Guru Besar Ilmu Ekonomi FEB UGM, Prof. Dr. Catur Sugiyanto, MA., menyebutkan Prof. Mubyarto merupakan sosok yang mempelajari perilaku petani kecil di Indonesia yang berfokus pada surplus beras yang dapat dipasarkan. Meskipun berskala kecil, Mubyarto memandang petani Indonesia adalah pelaku ekonomi yang rasional dan bertindak untuk menjaga kelangsungan hidup keluarga mereka.
“Pemikiran Pak Muby ini terkait erat dengan upaya revolusi hijau untuk meningkatkan produktivitas petani melalui kebijakan intensifikasi seperti BIMAS dan INMAS,” tuturnya saat menyampaikan orasi ilmiah berjudul Sekelumit Bunga Rampai Pemikiran Ekonom FEB UGM dalam Pembangunan Sektor Pertanian RI, Kamis (19/9) dalam Rapat Senat Terbuka peringatan Dies Natalis ke-69 FEBE UGM di Gedung Pembelajaran Lantai 8 FEB UGM.
Pemikiran Prof. Mubyarto ini kemudian dilengkapi oleh ekonom lain seperti Prof. Gunawan Sumodiningrat, M.Ec. Sumodiningrat dan Pitt meneliti pengaruh risiko dan profitabilitas terhadap adopsi varietas unggul oleh petani. Mereka menemukan bahwa faktor risiko, akses terhadap kredit serta kualitas irigasi menjadi kunci dalam keputusan petani untuk mengadopsi teknologi dalam pertanian. Analisis Sumodiningrat melengkapi pandangan Mubyarto dengan menambahkan dimensi risiko dan keuntungan ekonomi sebagai faktor kunci dalam keputusan petani. Hal ini juga relevan dengan program pemerintah yang mendorong adopsi teknologi pertanian melalui BIMAS, dimana kredit dan ketersediaan teknologi sangat berpengaruh terhadap keputusan petani.
Dalam orasi tersebut, Prof. Catur juga membahas hasil penelitian dari ekonom lain seperti Dr. Soetatwo Hadiwigeno yang menekankan pentingnya infrastruktur irigasi dan kredit bagi petani, khususnya melalui program Bimas, dalam meningkatkan pendapatan petani. Soetatwo juga menyoroti peran infrastruktur irigasi yang berpengaruh besar terhadap adopsi teknologi pertanian. Penelitian Hadiwigeno berhubungan langsung dengan pemikiran Sumodiningrat tentang pentingnya kredit dan Prabowo tentang ketersediaan air bagi petani dalam mengadopsi teknologi baru. Selain itu, pemandangannya juga melengkapi pemikiran Timmer mengenai peran pemerintah dan BULOG dalam memberikan dukungan kepada petani untuk mengakses sumber daya yang diperlukan.
Catur menambahkan pemikiran ekonom FEB UGM lainnya tentang pertanian juga muncul dari Dr. Budiono Sri Handoko, M.A., yang menggunakan regresi neo-klasik untuk mengevaluasi efisiensi penggunaan input pertanian, terutama terkait dengan teknologi baru seperti benih unggul. Ia menemukan bahwa petani dengan lahan lebih luas cenderung lebih cepat mengadopsi teknologi baru, dan ada perbedaan struktural dalam pola permintaan input berdasarkan skala pertanian.
“Temuan Pak Bud memperkuat pandangan Sumodiningrat dan Mubyarto bahwa petani lebih besar memiliki keunggulan dalam adopsi teknologi, sementara petani kecil lebih sensitif terhadap risiko dan harga input. Pemikiran ini juga sejalan dengan kebijakan kredit pertanian yang bertujuan untuk memperluas akses bagi petani kecil agar mereka bisa meningkatkan produktivitas melalui teknologi baru,” paparnya.
Catur mengatakan ekonom Dr. Bagus Santoso., M.Soc.Sc., juga menemukan bahwa setelah mencapai swasembada beras pada 1984, produktivitas beras nasional justru menurun. Hal ini terkait dengan perubahan perilaku petani yang mulai mengurangi penggunaan bibit unggul setelah harga output naik. Penemuan Santosa ini menyoroti perlunya kebijakan yang lebih berkelanjutan setelah swasembada tercapai.
“Secara keseluruhan, ada benang merah yang kuat antara berbagai penelitian ini. Semuanya menyoroti pentingnya interaksi antara kebijakan, teknologi, risiko, dan insentif ekonomi dalam keberhasilan pembangunan pertanian di Indonesia,” terangnya.
Di akhir pidatonya Catur menyampaikan bahwa revolusi hijau membawa perubahan signifikan. Hanya saja, keberhasilan jangka panjang bergantung pada pengelolaan risiko, akses kredit, infrastruktur, dan stabilitas harga yang memadai. Kritik terhadap ketergantungan berlebihan pada beras dan fokus pada Jawa mengindikasikan perlunya diversifikasi dan pendekatan yang lebih inklusif untuk memastikan ketahanan pangan di masa depan.
Para ekonom FEB UGM ini telah memberikan kontribusi signifikan dalam berbagai kebijakan dan penelitian yang mendukung pembangunan pertanian nasional. Pemikiran mereka relevan dalam menghadapi tantangan jangka panjang sektor pertanian, terutama dalam hal stabilitas harga, akses kredit, teknologi, serta diversifikasi pertanian yang lebih inklusif.
Reportase: Kurnia Ekaptiningrum
Sustainable Development Goals