• Tentang UGM
  • SIMASTER
  • SINTESIS
  • Informasi Publik
  • SDGs
  • Bahasa Indonesia
    • Bahasa Indonesia
    • English
Universitas Gadjah Mada Universitas Gadjah Mada
Fakultas Ekonomika dan Bisnis
  •  Tentang Kami
    • Sekilas Pandang
    • Sejarah Pendirian
    • Misi dan Visi
    • Nilai-Nilai
    • Pimpinan Fakultas
    • Pimpinan Senat
    • Pimpinan Departemen
    • Pimpinan Program Studi
    • Pimpinan Unit
    • Dewan Penasihat Fakultas
    • Laporan Tahunan
    • Fasilitas Kampus
    • Identitas Visual
    • Ruang Berita
    • Dies Natalis ke-70
  • Program Akademik
    • Program Sarjana
    • Program Magister
    • Program Doktor
    • Program Profesi
    • Program Akademik Singkat
    • Program Profesional & Sertifikasi
    • Program Sarjana Internasional (IUP)
    • International Doctorate in Business (IDB)
    • Kalender Akademik
    • Ruang dan Kegiatan
  • Fakultas & Riset
    • Keanggotaan Fakultas
    • Akreditasi Fakultas
    • Jaringan Internasional
    • Dosen
    • Profesor Tamu dan Rekan Peneliti
    • Staf Profesional
    • Publikasi
    • Jurnal Yang Diterbitkan
    • Makalah Kerja
    • Bidang Kajian
    • Unit Pendukung
    • Kemitraan Konferensi Internasional
    • Call for Papers
    • Pengabdian Kepada Masyarakat
    • Perpustakaan
  • Pendaftaran
  • Home
  • Berita

Ekonom Sebut Kebijakan Belum Pro Rakyat, Kelas Menengah Terancam Miskin

  • Berita
  • 17 April 2025, 15.42
  • Oleh : shofihawa
Wisnu Setiadi Nugroho

Ekonom UGM, Wisnu Setiadi Nugroho, S.E., M.Sc., Ph.D., menyebutkan angka kemiskinan di Indonesia menunjukkan penurunan. Kendati begitu, jumlah penduduk miskin tetap tinggi dan kerentanan ekonomi semakin meluas ke kalangan kelas menengah. Kelompok rentan miskin masih masih tinggi dan umumnya kelompok ini mudah tergelincir dalam kemiskinan jika terjadi guncangan ekonomi.

Berdasarkan data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) 2023, Garis Kemiskinan (GK) tercatat sebesar Rp 550.458 per kapita per bulan. Lebih dari 25 juta penduduk masih hidup di bawah garis kemiskinan, sekitar 90 juta orang lainnya masuk dalam golongan hampir miskin, dan 115 juta orang tergolong dalam rentan miskin.

“Fenomena ini mengindikasikan bahwa pertumbuhan ekonomi di Indonesia belum dinikmati secara merata dan belum terindikasi pro-poor. Dalam situasi ini, kalangan menengah atas akan semakin kaya, sementara kalangan menengah bawah tidak menikmati kesejahteraan tersebut. Sehingga memperlebar jarak kesenjangan antar kelas sosial,” jelas Wisnu dalam Economic and Busines Journalism Academy yang mengangkat topik Survei Sosial Ekonomi Nasional: Kemiskinan (Badan Pusat Statistik) di FEB UGM, Senin (14/4/2025). Diskusi ini dihadiri oleh jurnalis dari berbagai media dan membedah persoalan kemiskinan dari berbagai sisi.

Menyitir Satriawan dan Nugroho (2024), Wisnu menjelaskan pertumbuhan Indonesia didominasi pertumbuhan trickle down. Pada level provinsi, hanya 11 provinsi yang memiliki pertumbuhan pro-poor ataupun strongly pro-poor. Sementara daerah lainnya sebanyak 18 provinsi masih mengalami pertumbuhan trickle down dimana manfaat pertumbuhan ekonomi yang dinikmati penduduk miskin secara proporsional lebih sedikit daripada penduduk tidak miskin. Lalu, tujuh provinsi mengalami immiserizing growth dimana manfaat pertumbuhan ekonomi disinyalir hanya dinikmati oleh kelompok penduduk tidak miskin sehingga memicu terjadinya ketimpangan yang sangat besar.

Koordinator Bidang Kajian EQUITAS (Equitable Transformation for Alleviating Poverty and Inequality) mengatakan bahwa kelas menengah di perkotaan menghadapi tekanan biaya hidup yang tinggi. Sementara itu, dengan penghasilan yang stagnan, kelompok masyarakat kelas menengah ini berpotensi untuk jatuh ke kategori rentan atau menuju kelas menengah (aspiring middle class).

Wisnu juga menyoroti jumlah pertumbuhan penduduk lebih banyak berasal dari kelompok menengah ke bawah yang akhirnya menambah beban ekonomi rumah tangga dan mendorong angka kemiskinan. Degradasi status juga ditunjukkan oleh tidak ada atau kurangnya graduasi dari program bantuan, seperti PKH yang tidak mendorong kemandirian masyarakat. Beberapa program juga belum menggunakan data yang lebih baru sehingga membuat banyak bantuan tidak tepat sasaran.

“Banyak penerima yang tetap menerima bantuan meski sudah tidak layak. Ini menunjukkan adanya penyasaran program yang kurang tepat dan juga kurangnya mobilitas naik kelas. Selain itu, banyak kelas menengah yang mulai tertekan (karena PHK, guncangan ekonomi dan kesehatan dll) untuk mendapatkan program bantuan,” tambahnya.

Sekolah Rakyat Rentan Labelisasi
Pemerintah belum lama menggagas inisiasi Sekolah Rakyat sebagai upaya untuk menjawab tantangan jangka panjang kemiskinan antar generasi. Sekolah berasrama gratis untuk siswa dari keluarga miskin ini diyakini dapat mendorong mobilitas vertikal melalui pendidikan yang layak.

Wisnu menilai program Sekolah Rakyat baik dijalankan sebagai salah satu strategi pengentasan angka kemiskinan. Hanya saja, Sekolah Rakyat ini rentan menciptakan stigma bagi lulusannya. Tidak hanya itu, program ini dikhawatirkan mempersulit para lulusannya untuk bersosialisasi di jenjang pendidikan yang lebih tinggi.

“Tetap harus ada mekanisme agar anak-anak merasa tidak dilabeli atau terdiskriminasi karena latar belakang ekonomi mereka. Padahal mereka mungkin anak-anak pintar yang hanya kurang beruntung secara ekonomi,” ungkapnya.

Belajar dari China
Wisnu menambahkan bahwa tantangan terbesar penanggulangan kemiskinan ini adalah banyaknya masyarakat yang menggantungkan hidup di sektor informal dengan pendapatan tidak tetap, tanpa jaminan sosial dan rentan terhadap guncangan ekonomi.

“Sebenarnya, program sosial saja tidak cukup jika tidak dibarengi dengan perbaikan struktur ekonomi,” ujarnya.

Ia memberi contoh negara China yang telah menekan angka kemiskinan secara drastis melalui industrialisasi yang efektif menurunkan kemiskinan. Meskipun China tidak memiliki program pengentasan kemiskinan yang komprehensif seperti di Indonesia, tetapi mereka berani untuk melakukan investasi besar dalam sektor manufaktur secara terencana.

“China berani membuka pabrik dengan lapangan kerja besar-besaran dan menggaji pekerja dengan upah layak di atas garis kemiskinan,” tambah Wisnu.

MBG Harus Tepat Sasaran
Dalam kesempatan itu Wisnu turut menyoroti tentang program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang dilakukan pemerintahan Presiden Prabowo Subianto. Menurutnya, program tersebut dapat membantu mengurangi kemiskinan di tanah air apabila dilakukan tepat sasaran.

Program MBG, disebutkan Wisnu seharusnya tidak diberikan secara merata untuk semua anak sekolah. Dengan alasan efisiensi dan penghematan anggaran, program ini seyogianya diberikan bagi anak-anak dari keluarga tidak mampu sehingga dapat efektif dan tepat sasaran.

Ia pun mencontohkan program makan bergizi gratis yang dilakukan di Amerika Serikat. Makanan bergizi gratis diberikan bagi anak yang tidak mampu dengan skema transfer langsung melalui kantin sekolah. Selain jauh lebih efisien, langkah tersebut juga dapat menekan terjadinya perundungan pada siswa penerima program.

Wisnu pun berharap program MBG dapat dilaksanakan secara desentralistik dengan pengawasan dari pemerintah pusat, khususnya terkait penetapan standar gizi nasional. Dengan desentralisasi ini diharapkan dapat mendorong pertumbuhan ekonomi lokal melalui pelibatan UMKM dan pemberdayaan BUMDes.

Reportase: Shofi Hawa Anjani
Editor: Kurnia Ekaptiningrum

Sustainable Development Goals

SDG 1 SDG 2 SDG 3 SDG 4 SDG 5  SDG 9 SDG 10 SDG 12 SDG 16 SDG 17

Views: 1,502
Tags: SDG 1: Tanpa Kemiskinan SDG 10: Berkurangnya Kesenjangan SDG 12: Konsumsi Dan Produksi Yang Bertanggung Jawab SDG 16: Perdamaian Keadilan Dan Kelembagaan Yang Tangguh SDG 17: Kemitraan Untuk Mencapai Tujuan SDG 2: Tanpa kelaparan SDG 3: Kehidupan Sehat Dan Sejahtera SDG 4: Pendidikan Berkualitas SDG 5: Kesetaraan Gender SDG 9: Industri Inovasi Dan Infrastruktur SDGs

Related Posts

FGD SBSF FEB UGM 2025

FEB UGM Gelar FGD Penguatan Sustainable Business School Framework dan Sustainability Report

Berita Jumat, 31 Oktober 2025

Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Gadjah Mada (FEB UGM) melalui Sustainability and Strategic Initiatives Unit (SSIU) menyelenggarakan Focus Group Discussion (FGD) dalam upaya pengembangan Sustainable Business School Framework (SBSF) dan penyusunan Sustainability Report FEB UGM, Rabu 19 Oktober 2025.

Kepala SSIU FEB UGM, Luluk Lusiantoro, S.E., M.Sc., Ph.D., (CSP)., menyampaikan kegiatan FGD ini dilaksanakan untuk memperoleh masukan dan penyelarasan dari masing-masing unit terkait implementasi prinsip keberlanjutan dalam kegiatan tridharma perguruan tinggi serta praktik operasional fakultas.

Pra Inkubasi Bisnis 2025

FEB UGM Dorong Mahasiswa Jadi Wirausaha Muda Lewat Live Pitching Pra-Inkubasi Bisnis

Berita Jumat, 31 Oktober 2025

Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Gadjah Mada (FEB UGM) terus berkomitmen mendorong lahirnya wirausaha muda dari kalangan mahasiswa. Sebagai wujud nyata upaya tersebut, FEB UGM melalui Career and Student Development Unit (CSDU) menyelenggarakan kegiatan Live Pitching Pra-Inkubasi Bisnis, yang mempertemukan ide-ide bisnis mahasiswa dengan dewan juri dan membuka peluang untuk mendapatkan hibah pengembangan usaha.

Kegiatan yang berlangsung di lingkungan FEB UGM pada Jum’at, 31 Oktober 2025 ini diikuti oleh sembilan tim dari kelas Kewirausahaan atau Entrepreneurship, yang diampuh oleh Rico Saktiawan Jang Jaya, S.E., MBA, Ph.D., Setiap tim berkesempatan mempresentasikan gagasan bisnis mereka secara langsung di hadapan dewan juri yang terdiri dari Naya Hapsari, S.E., M.Sc., Denny Wijayanto, dan Akmal Luthfiansyah.

WormiBox

Mahasiswa FEB UGM Gagas Alat Pengolah Sampah Berbasis IoT

Berita Jumat, 31 Oktober 2025

Sampah masih menjadi persoalan serius di Indonesia. Data dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mencatat, timbunan sampah nasional mencapai sekitar 33,9 juta ton per tahun, dan lebih dari setengahnya berasal dari limbah organik rumah tangga.

YES!2025

YES! 2025 Dorong Mahasiswa Jadi Agen Perubahan Lewat Kewirausahaan

Berita Jumat, 31 Oktober 2025

Ikatan Keluarga Mahasiswa Manajemen (IKAMMA) Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Gadjah Mada (FEB UGM) kembali menghadirkan rangkaian kegiatan tahunan bertajuk Young Entrepreneurs Show (YES!) 2025.

Berita Terkini

  • FEB UGM Gelar FGD Penguatan Sustainable Business School Framework dan Sustainability Report
    31 Oktober, 2025
  • FEB UGM Dorong Mahasiswa Jadi Wirausaha Muda Lewat Live Pitching Pra-Inkubasi Bisnis
    31 Oktober, 2025
  • Mahasiswa FEB UGM Gagas Alat Pengolah Sampah Berbasis IoT
    31 Oktober, 2025
  • YES! 2025 Dorong Mahasiswa Jadi Agen Perubahan Lewat Kewirausahaan
    31 Oktober, 2025
  • Mahasiswa FEB UGM Raih Juara 2 di Kompetisi KIMBAP #4
    30 Oktober, 2025
Universitas Gadjah Mada

Universitas Gadjah Mada
Fakultas Ekonomika dan Bisnis

Jln. Sosio Humaniora No.1, Bulaksumur, Yogyakarta, Indonesia 55281

Peta & Arah
Informasi Kontak Selengkapnya

Direktori Fakultas

  • Informasi Publik
  • Manajemen Ruang
  • Manajemen Aset
  • Manajemen Makam

Mahasiswa

  • Komunitas Mahasiswa
  • Layanan Mahasiswa
  • Asrama Mahasiswa
  • Pengembangan Karir
  • Paparan Internasional
  • Beasiswa
  • Magang

Alumni

  • Komunitas Alumni
  • Layanan Alumni
  • Pelacakan Studi
  • Pekerjaan & Magang
  • Beasiswa

Social Media

© 2025 Fakultas Ekonomika dan Bisnis UGM

Kebijakan PrivasiPeta Situs

💬 Butuh bantuan?
1
FEB UGM Official WhatsApp
Halo 👋
Bisakah kami membantu Anda?
Buka percakapan
[EN] We use cookies to help our viewer get the best experience on our website. -- [ID] Kami menggunakan cookie untuk membantu pengunjung kami mendapatkan pengalaman terbaik di situs web kami.I Agree / Saya Setuju