
Angklung, alat musik tradisional dari Jawa Barat ini tak hanya sekadar seni tradisional yang penuh harmoni, tetapi juga sebagai simbol kebersamaan dan kekeluargaan, termasuk di lingkungan Fakultas Ekonomika dan Bisnis (FEB UGM). Salah satu komunitas seni yang mewadahi semangat ini adalah Angklung Manise Swara FEB UGM, yang dibentuk pada tahun 2019 oleh Dharma Wanita Persatuan (DWP) FEB UGM di bawah koordinasi Erna Gugup Kismono.
Koordinator komunitas Angklung Manise Swara FEB UGM, Erna Gugup Kismono menungkapkan cikal bakal komunitas ini berawal dari ketertarikan Dharma Wanita Persatuan (DWP FEB UGM) untuk memiliki wadah seni angklung sendiri. Gagasan ini kemudian diajukan oleh DWP FEB UGM kepada Prof. Eko Suwardi, yang kala itu menjabat sebagai Dekan FEB UGM, dan disetujui. Sejak resmi berdiri, komunitas ini telah aktif berlatih dan tampil dalam berbagai acara kampus, seperti acara Dies Natalis FEB UGM dan Nitilaku UGM. Penampilan-penampilan mereka pun sukses meraih perhatian banyak pihak, hingga semakin banyak anggota baru yang bergabung. Kedepan ia berharapkomunitas dapat terus maju, berkembang, dan mendapatkan dukungan dari fakultas, civitas akademika, serta masyarakat luas.
Ana Budiono, salah satu anggota Angklung Manise Swara FEB UGM, menuturkan alasannya bergabung dengan komunitas ini. Ia mengaku tertarik bergabung setelah melihat penampilan komunitas di acara Dies FEB UGM.
“Saya bisa melihat bahwa ibu-ibu sangat senang dan gembira saat bermain angklung. Bahkan, penonton yang terdiri dari mahasiswa dan dosen pun ikut menikmati pertunjukan. Dari situlah saya memutuskan untuk bergabung,” ujarnya.
Dalam setiap sesi latihan, tantangan dan kesulitan tentu tak terhindarkan. Erna Budi Santoso, anggota Angklung Manise Swara FEB UGM, mengungkapkan bahwa beberapa lagu memiliki tempo cepat, sehingga cukup menantang untuk dimainkan. Namun, menurutnya, justru di situlah letak keseruannya. Selain itu, keakraban dan kebersamaan antar anggota saat berlatih menjadi kunci dalam mengatasi setiap kesulitan.
Hal serupa diungkapkan Rita Didi Achjari, yang juga membagikan pengalamannya saat mengikuti latihan Angklung Manise Swara FEB UGM untuk acara Nitilaku 15 Desember tahun lalu. Ia menyebutkan bahwa latihan tersebut diikuti oleh sekitar 150 anggota, dengan sesi latihan yang diadakan sebanyak enam kali di berbagai lokasi, seperti di Wisma Kagama dan Grha Sabha Pramana (GSP). Dalam latihan tersebut, anggota komunitas tidak hanya sekedar berlatih saja, tetapi ikatan kekeluargaan pun turut terjalin melalui interaksi dan kebiasaan mereka makan bersama saat berlatih.
Sementara itu, Asep, selaku pelatih Angklung Manise Swara FEB UGM mengaku senang dapat melatih anggota komunitas ini karena mereka memiliki jiwa seni yang tinggi. Biasaya ia melatih komunitas ketika menjelang acara saja. Komunitas ini memang tidak melakukan latihan secara rutin. Oleh karena itu, ke depan ia berharap komunitas ini dapat mengeksplorasi lebih dalam soal angklung dan kebudayaan melalui latihan reguler.
Asep pun menambahkan bahwa seni bukan hanya sebagai bentuk ekspresi diri. Seni juga memiliki manfaat dalam menjaga kesehatan mental dan fisik, serta mempererat hubungan sosial.
“Karena memang tujuan kesenian dan kebudayaan itu untuk menghidupi, dalam artian menghidupi agar sehat dan bahagia. Dan dari situlah, komunitas angklung ini dapat memberikan dampak, tidak hanya bagi UGM, tetapi juga bagi Indonesia. Jadi, harapan saya itu agar mereka dapat terus bahagia melalui kesenian,” pungkasnya.
Reportase: Najwah Ariella Puteri
Editor: Kurnia Ekaptiningrum
Simak video selangkapnya di SisiLainKampusSuaraManiseFEBUGM
Sustainable Development Goals