- Detail
- Ditulis oleh FEB UGM
- Kategori: Berita
- Dilihat: 3322
Magister Manajemen FEB UGM menyelenggarakan Executive Series dengan tema "Venture Capital as A Startup Booster" pada hari Jumat (24/05) di Auditorium Sukadji Ranuwiharjo MM UGM. Hadir sebagai pembicara Kusumo Martanto, Chief Operation Officer (COO) PT Global Digital Prima dan Andrew Darwis, founder Kaskus, sebuah portal sosial media dan komunitas terbesar di Indonesia. Kegiatan ini diikuti oleh lebih dari 200 mahasiswa MM FEB UGM.
Acara dibuka oleh Prof. Jogiyanto Hartono M., Dr., M.B.A., CMA. selaku Deputi Direktur Bidang Keuangan, Sumber Daya Manusia, dan Sistem Informasi MM UGM. Prof. Jogiyanto yang juga merangkap sebagai moderator acara mengatakan bahwa kegiatan CEO Series akan dilakukan setiap bulannya, tujuannya agar mahasiswa mendapatkan sharied pengalaman praktik dari para pimpinan perusahaan untuk menunjang teori yang telah didapatkan di kelas.
Kusumo Martanto memaparkan langkah-langkah mendirikan sebuah bisnis yang mulai dari mendapatkan sebuah ide hingga mewujudkannya. Sebagai pimpinan perusahaan venture capital yang menyuntikkan modal ke dalam bisnis-bisnis baru yang potensial, Kusumo memberikan berbagai tips untuk mendapatkan investor. Ia menekankan pentingnya calon pengusaha menuliskan rencana bisnisnya, untuk memandu calon pengusaha dalam perencanaan bisnis. Selain itu, ia mengingatkan bahwa ide hanya akan tetap menjadi sebuah ide tanpa melakukan aksi nyata untuk mewujudkannya.
Di sesi kedua, Andrew Darwis sebagai founder Kaskus membagi pengalamannya mendirikan Kaskus pada tahun 1999 sebagai tugas kuliah waktu ia studi di Amerika Serikat. Situs yang pada awalnya dimaksudkan untuk mewadahi komunitas-komunitas yang ada di Indonesia ini mendapat sambutan yang baik bagi para pengguna internet di Indonesia sebagai wadah untuk berbagi informasi. Situs ini semakin berkembang hingga kini dimanfaatkan sebagai situs jual beli secara online bagi penggunanya.
Andrew mengakui bahwa Kaskus bisa menjadi seperti sekarang karena dukungan para pengguna kaskus atau sering disebut kaskuser. Ia mengatakan jumlah pengguna kaskus tahun 2013 ini sudah mencapai 7 juta orang dan optimis akan terus bertambah. Ke depan, Kaskus yang mendapatkan dukungan dari PT Global Digital Prima (GDP) akan menambahkan fungsi pembayaran online.
Sumber: Rahmat/FEB
- Detail
- Ditulis oleh FEB UGM
- Kategori: Berita
- Dilihat: 3507
Mendung menggelayuti langit UGM tidak memudarkan semangat wisudawan untuk menghadiri acara Pelepasan Wisudawan Periode III Bulan Mei tahun akademik 2013/2014 di University Club (21/5). Acara pelepasan wisuda periode ini melepas sejumlah 96 mahasiswa FEB yang terbagi dalam tiga jurusan yaitu Akuntansi (47 orang), Ilmu Ekonomi (16 orang) dan Manajemen (33 orang).
Dengan iringan musik akustik yang apik dari Economics Session Band, para peserta wisuda didampingi orang tuanya bergiliran memasuki ruang Bulaksumur. Aura kebahagiaan terpancar dari setiap wisudawan yang telah menyandang gelar Sarjana Ekonomi. Tak lupa rekan dan kerabat mengabadikan momen bahagia ini di sela-sela hiruk pikuknya suasana di depan pintu masuk Bulaksumur.
Tepat pukul 12.00 WIB Master of Ceremony membuka acara yang diawali dengan sambutan Dekan yang diwakili oleh Wakil Dekan Bidang Akademik dan Kemahasiswaan, Dr. B.M. Purwanto, M.B.A. Beliau mengucapkan selamat atas lulusnya para mahasiswa dari berbagai angkatan dan mengumumkan profil wisudawan. Pada periode ini FEB meluluskan 54 orang dengan predikat cumlaude, Indeks Prestasi Kumulatif tertinggi yaitu 3,96, diraih oleh Poppy Danastri Sari (Akuntansi 2008). Lulusan tercepat, 3 tahun 5 bulan, ditorehkan oleh Effendi Wijaya (Akuntansi 2009).
Dalam sambutannya, BM Purwanto berpesan kepada seluruh wisudawan untuk tidak korupsi. "Jangan menjadi koruptor. Anda sesudah lulus harus saling mengingatkan untuk tidak melakukan hal-hal yang tidak senonoh. Korupsi merupakan tindakan yang tidak senonoh," ucapnya. Ia juga menghimbau kepada seluruh orang tua/wali untuk selalu memantau dan mengingatkan putra-putranya supaya tidak melakukan korupsi.
Acara dilanjutkan dengan sambutan dari orang tua peserta wisuda yang diwakili oleh Dominikus Supratikto. Dalam kesempatan tersebut disampaikan bahwa alumni FEB tersebar di hampir seluruh elemen di masyarakat: bisnis, birokrasi dan lembaga lainnya dimana hal ini menjadi basis jejaring kerja yang baik bagi karir alumni lainnya. Sambutan terakhir disampaikan oleh mahasiswa dengan IPK tertinggi, Poppy Danastri Sari. Ia menyampaikan ikrarnya, "Mulai saat ini, kami melangkah untuk menyambut masa depan kami dengan segala daya dan upaya sehingga kami dapat mencapai apa yang kami impikan."
Berakhirnya sesi foto dari peserta wisuda yang dibagi di setiap jurusan, berakhir pula pelepasan wisuda periode Mei 2013 ini. Pukul 12.45 WIB satu persatu peserta meninggalkan ruang dengan senyum semangat menyongsong hari esok yang lebih baik. Sekali lagi kami mengucapkan selamat atas kelulusan para wisudawan!
Sumber: Aina/FEB
- Detail
- Ditulis oleh FEB UGM
- Kategori: Berita
- Dilihat: 3216
Sebanyak 20 orang mahasiswa asing Fakultas Ekonomika dan Bisnis UGM mengikuti kegiatan Cultural Immersion Day (18/5) di Desa Wisata Pentingsari, Cangkringan Sleman. Mahasiswa asing yang terdiri dari mahasiswa program pertukaran pelajar (exchange program) dan double degree ini diajak merasakan langsung kehidupan di pedesaan serta mengenal berbagai kebudayaan di Indonesia.
Rombongan dilepas dari kampus FEB UGM oleh BM Purwanto, Ph.D selaku Wakil Dekan Bidang Akademik dan Kemahasiwaan. Selama satu hari penuh, para mahasiswa yang berasal dari berbagai negara seperti Jerman, Perancis, dan Belanda dipandu melakukan berbagai aktivitas yang telah disiapkan oleh panitia.
Sesampai lokasi, para peserta disambut oleh tim fasilitator dari Desa Wisata Pentingsari. Untuk mencairkan suasana dan menambah semangat, tim fasilitator telah menyiapkan beberapa permainan ice breaking. Para mahasiswa asing tampak bersemangat dan ceria berpartisipasi dalam permainan tersebut. Setelah itu, para peserta melakukan kegiatan membatik yang dipandu langsung oleh Prof. Dr. Basu Swastha Dharmmesta, MBA., dosen senior FEB sekaligus seniman batik yang kerap menggelar pameran tunggal karya batiknya. Beberapa mahasiswa serius melukiskan cantingnya mengikuti pola yang sudah dibuat. Sesekali mereka tertawa karena lilin-malam yang mereka ambil terlalu banyak sehingga membuat lukisan tidak sesuai pola.
Kegiatan dilanjutkan dengan bermain alat musik gamelan dan membuat wayang dari alang-alang. Mahasiswa asing sangat antusias mengikuti kegiatan tersebut. Cathy, mahasiswa asing dari Jerman, mengungkapkan bahwa ini adalah pengalaman pertamanya bermain gamelan, dan sungguh sangat menyenangkan bisa mengenal kebudayaan Indonesia. Tidak hanya itu, mahasiswa asing juga mendapat kesempatan bermain menangkap ikan dan kemudian diakhiri dengan kunjungan ke perusahaan jamu.
Cultural Immersion Day merupakan bagian dari program Global Leadership Forum (GLF) yang dibentuk di awal tahun 2013. GLF merupakan rintisan organisasi yang diwujudkan untuk mewadahi kegiatan mahasiswa asing yang sedang belajar di FEB UGM. Githa Maharani sebagai pimpinan organisasi mengungkapkan bahwa setiap semester mahasiswa asing yang datang ke FEB UGM semakin bertambah sehingga muncul inisiatif untuk membentuk organisasi ini. "Ide ini berasal dari Pak Rangga (Dr. Rangga Almahendra, salah satu dosen FEB UGM-red)," ungkapnya. Program lain yang dilakukan adalah tandem learning, yakni memasangkan satu orang mahasiswa asing dengan seorang mahasiswa lokal untuk berinteraksi belajar bahasa dan budaya, sehingga kedua belah pihak dapat mengambil manfaat bersama.
Sumber: Rahmat/FEB
- Detail
- Ditulis oleh FEB UGM
- Kategori: Berita
- Dilihat: 2349
Kehebatan perindustrian negara Korea Selatan saat ini sudah tidak diragukan lagi. Gelombang industri Korea Selatan baik dari industri manufaktur, fashion hingga musik dan hiburan lainnya telah mampu memikat hati konsumen di pasar global. Beberapa merek terkenal yang menduduki posisi top brand di dunia mulai diisi oleh merek-merek asal negeri gingseng tersebut. Sebut saja Samsung, Hyundai, atau KIA mobil yang penjualannya semakin meningkat sepanjang tahunnya. Industri hiburan juga mulai menyebarkan demam K-Pop dan drama-drama korea pada anak muda di dunia.
Gambaran mengenai kemajuan perkembangan perekonomian Korea Selatan inilah yang disampaikan oleh Prof. Lee Kang Yong dalam kunjungan ke FEB UGM (17/5) lalu. Lee Kang Yong merupakan anggota Korean International Cooperation Agency (KOICA) sebuah lembaga di Korea Selatan yang berfokus pada peningkatan kesejahteraan masyarakat dan kompetensi sumber daya manusia di dunia khususnya di negara berkembang. Dalam kuliah umumnya, Lee Kang Yong menjabarkan mengenai tahapan periodisasi kebangkita perekonomian Korea Selatan. Diawali masa kepemimpinan Park Chung Hee, mantan presiden Korea Selatan yang mampu meningkatkan kembali kesejahteraan masyarakat dan menghapuskan korupsi besar-besaran di tubuh pemerintahan dalam negeri. Korea Selatan pun melakukan pergeseran ekonomi dari negara agraris menjadi negara industri yang berbasiskan teknologi maju. Saat ini Korea Selatan telah menjadi salah satu negara industri yang maju dan modern di dunia.
Lee Kang Yong menjelaskan bahwa untuk mendapatkan lompatan perekonomian hingga seperti saat ini, Korea Selatan membutuhkan tahapan-tahapan yang cukup panjang dan tidak mudah. "Untuk menjadi negara industri terbaik, setiap target-target yang dibuat oleh negara harus dicapai," ungkap Lee Kang Yong. Terdapat beberapa kondisi yang akan mempermudah sebuah negara untuk meningkatkan potensi industrinya yaitu besarnya semangat wirausaha dalam diri masyarakat dan budaya untuk selalu bekerja keras. Lee Kang Yong juga menambahkan bahwa selain faktor dari dalam sumber daya manusia, pemerintah juga harus mendukung melalui kebijakan ekonomi yang baik seperti aktif mempromosikan ekspor dan melindungi industri dalam negeri yang masih pemula. Dengan terpenuhinya hal-hal tersebut maka akan tercapai suatu industrialisasi dan perkembangan ekonomi yang lebih baik. "Semua harus diawali dengan can do spirit," ujar Lee Kang Yong saat memberikan optimisme kepada mahasiswa.
Sumber: Poppy/FEB
- Detail
- Ditulis oleh FEB UGM
- Kategori: Berita
- Dilihat: 3568
Indonesia adalah salah satu dari beberapa negara yang makin signifikan daya ekonominya dalam perekonomian global yang makin terintegrasi. Indonesia juga menikmati manfaat dari penyebaran kemampuan teknis dan sains terbangunnya rantai pasokan global yang ekstensif, revolusi digital dan berbagai perkembangan teknologi lainnya.
Pada saat yang sama Indonesia juga berhadapan dengan mencuatnya tata dunia yang bersifat multipolar dimana kekuatan tersebar di banyak pusat dan mengakibatkan fragmentasi politik di tingkat global. "Hal integrasi ekonomi yang diperhadapkan dengan fragmentasi politik ini menjadi sangat relevan dalam perancangan politik ekonomi jangka panjang Indonesia", demikian disampaikan oleh Stephen J. Kobrin, Professor of Multinational Management dari The Wharton School of the University of Pennsylvania, dalam kesempatan kuliah umum di FEB UGM, Kamis, 16 Mei 2013.
Perekonomian dunia yang terintegrasi dan masalah-masalah berskala global seperti perubahan iklim, pandemi, terorisme, dan cybercrime menuntut tata kelola global yang bersifat kooperatif, atau yang disebut sebagai multilateralisme. Namun demikian, ternyata tidaklah mudah atau bahkan mustahil untuk menciptakan perjanjian-perjanjian multilateral: putaran Doha telah mati suri selama lebih dari satu dekade, dan perjanjian-perjanjian tentang iklim tampaknya sulit untuk menjadi kenyataan.
Salah satu penyebabnya adalah meningkatnya fragmentasi dalam sistem politik international: mencuatnya tata dunia yang bersifat multipolar dimana kekuatan tersebar di banyak pusat; peningkatan dramatis dalam jumlah negara yang memiliki daya ekonomi yang signifikan; dan runtuhnya ideologi liberal pasca perang dunia kedua yang selama ini mendasari sistem internasional.
Sebagai akibatnya, kebutuhan terhadap multilateralisme menjadi semakin mendesak dan pada saat yang sama semakin sulit untuk dicapai. Hal ini terlihat dari semakin banyaknya perjanjian bilateral yang terjadi antar negara, padahal perjanjian bilateral tidak menjamin keadilan atau fairness yang mungkin bisa lebih baik dicapai melalui perjanjian multilateral. Bahkan, perjanjian bilateral berpotensi menimbulkan distorsi pada kepercayaan besama (mutualtrust) yang menjadi dasar mutlak dalam perjanjian multilateral. "Tata kelola global yang efektif mensyaratkan adaptasi kepada realitas politik yang baru", lanjut Prof. Stephen J. Kobrin.
Kuliah umum oleh Prof. Stephen J. Kobrin dari The Wharton School of the University of Pennsylvania ini merupakan bagian dari serangkaian upaya Tanoto Foundation untuk mengembangkan kerjasama antara Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Gadjah Mada dan The Wharton School of the University of Pennsylvania, terutama dalam peningkatan kapasitas staf pengajar.
Sihol Aritonang, Ketua Pengurus Tanoto Foundation menyatakan,"Menjadi kehormatan bagi Tanoto Foundation untuk dapat merintis kerjasama yang baik dan bersifat jangka panjang antara The Wharton School dengan Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Gadjah Mada, terutama dalam mengembangkan kapasitas staf pengajar. Kuliah umum kali ini menjadi awal dari rangkaian kuliah umum lainnya yang akan dilaksanakan di Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Gadjah Mada, serta berbagai bentuk kerjasama lainnya dengan The Wharton School."
Sumber: P2EB
- Detail
- Ditulis oleh FEB UGM
- Kategori: Berita
- Dilihat: 2402
Pertumbuhan ekonomi Indonesia yang berada di posisi tiga besar setelah China dan India bukanlah isapan jempol tapi memang benar adanya. Dibuktikan dengan bertambahnya jumlah masyarakat kelas menengah Indonesia yang mencapai 36 juta penduduk. Ditambah dengan bangkitnya industri manufaktur Indonesia yang sebagian besar telah berhasil menguasai pangsa pasar dunia. Oleh karena itu, kekuatan ekonomi ini menjadi modal bagi Indonesia untuk menuju ASEAN Economic Community pada tahun 2015.
Demikian dikemukan oleh Komisaris Independen BCA dan Unilever Indonesia, Dr. Cyrillus Harinowo dalam diskusi kebangkitan industri manufaktur Indonesia di FEB UGM, Senin (13/5). Dalam diskusi yang dipandu oleh pengamat ekonomi Dr. Tony Prasetiantono, Harinowo mengatakan kebangkitan industri Indonesia telah terjadi dan jauh melampaui laporan Badan Pusat Statistik. Dia menyebutkan industri makanan dan minuman, secara kasual pertumbuhan mereka umumnya double digit. "Dewasa ini Indofood, Wings, Mayora, Garudafoods, ABC, Dua Kelici, Teh Sosro, Ultra Jaya adalam nama pemain lokal yang semakin menggurita," katanya.
Bidang industri otomotif mesin dan elektronika juga mengalami pertumbuhan pesat diatas 20%. Yang mengherankan, imbuhnya, BPS justru melaporkan industri kayu, pulp, paper dan barang cetakan. Padahal menurut Harinowo, industri ini sangat tidak mungkin tumbuh negative growth karena pertumbuhhan mereka didorong oleh indutsri makanan dan minuman, tekstil, eletronika dan farmasi untuk kebutuhan packaging. Memang diakui Harinowo, industri kayu di luar Jawa yang menggunakan HPH mengalami penurunan namun sebaliknya industri kayu di jawa bangkit pesat. "Salah satunya industri budidaya kayu sengon untuk dijadikan plywood, hardboard sangat maju pesat," katanya.
Harinowo mencontohkan lagi, Sinar Mas yang bergerak di bidang minyak sawit, pulp and paper, properti dan industri keuangan telah ekspansi ke China dengan mendirikan 21 pabrik pulp and paper, lokasinya di Hainan dan Guangxi. "Sebagian besar pulp impor dari Indonesia. Lewat Asia Pulp and Paper (APP), mereka menjadi pemain nomor satu di China. Mereka juga punya 4 pabrik di Kanada, dan masing-masing satu pabrik di Amerika, Perancis dan Jerman," tuturnya.
Di industri tekstil, Harinowo mencontohkan Sritex telah membangun pabrik garmen dan unit spinning mill (pemintalan). Sritex kini memiliki 123 unit spinning mill, padahal untuk membangun satu unit membutuhkan dana sedikitnya Rp 400 milyar. Perusahaan ini menjual permintaan benang dari Negara luar. "Benang saja, China pesannya ke Sritex. Perusahaan ini juga membuat pesanan baju pakaian milier Nato dan tentara Belanda," katanya.
Dalam kesempatan itu, Harinowo juga menceritakan cerita sukses salah satu nasabah Bank BCA yang bernama Hadi Rahardja berhasil membangun pabrik kertas karton terbesar di Indonesia padahal awalnya tahun 1992 ia hanya jadi pengumpul karton bekas yang diperoleh dari pemulung. Untuk meningkatkan kapasitas produksi 650 ton per hari, ia membeli perusahaan kertas karton yang sudah bangkrut selama 30 tahun di Italia. "Nilai penjualannya saat ini meningkat dari Rp 500 milyar menjadi Rp 1 triliun per tahun," katanya.
Alumnus jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi UGM ini mengatakan sudah saatnya pengusaha dan pelaku bisnis serta pengamat ekonomi menebar sikap optimisme pada masa depan ekonomi Indonesia. "Never under estimate kekuatan bisnis Indonesia," pungkasnya.
Sumber: Gusti/UGM
Halaman 181 dari 217