- Detail
- Ditulis oleh FEB UGM
- Kategori: Berita
- Dilihat: 4053
Ekonom UGM mendesak pemerintah untuk menggabungkan UU Nomor 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah dan UU Nomor 33/2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Hal itu perlu dilakukan karena adanya disharmoni lembaga pusat dan daerah, antara lain, mengenai alokasi dana, maraknya kasus hukum dan KKN yang menimpa para pejabat pemerintah, hingga kesejahteraan rakyat yang belum tercapai secara optimal.
“Dengan undang-undang baru hasil amandemen tersebut diharapkan bisa mengedepankan pentingnya pembagian kewenangan dan urusan antara pusat maupun daerah yang diikuti dengan pedoman-pedoman. Misalnya, bagi daerah yang punya kemampuan keuangan dan administrasi akan mendapatkan alokasi dana berbeda dari rata-rata daerah lain,” kata ekonom yang juga anggota Tim Naskah Akademik Desentralisasi Fiskal, Dr. Anggito Abimanyu, dalam workshop dan seminar 'Satu Dasawarsa Desentralisasi Fiskal'. Acara digelar di Hotel Melia Purosani, Jumat (3/6).
Menurut Anggito, desentralisasi fiskal selama ini memang kurang berhasil sehingga perlu dilakukan perbaikan. Mencuatnya kasus hukum yang menimpa para pejabat pemerintah di pusat dan daerah merupakan bukti disharmoni urusan dan pembagian kewenangan tersebut. “Belum lagi kalau kita bicara tentang pasal-pasal yang ambigu. Misalnya, pemerintah daerah diberi urusan, tapi tidak diberikan anggaran atau sebaliknya, tidak diberi urusan, tapi justru dapat anggaran,” katanya.
Senada dengan itu, Prof. Wihana Kirana Jaya, Ph.D. menuturkan masih terpisahnya kedua undang-undang itu menyebabkan timbulnya persepsi yang berbeda-beda dalam pemaknaan dan implementasi. Akibatnya kemudian memunculkan sebuah pemerintahan yang predator karena tidak mementingkan kepentingan publik. “Kalau mengedepankan kepentingan publik jelas kewenangannya, check dan balance jelas, dan lebih efisien alokasi anggarannya,” ujar Wihana.
Sementara itu, Dr. Revrisond Baswir, M.B.A. mengatakan tata cara mengelola urusan domestik melalui payung dua undang-undang tersebut diletakkan dalam konteks Indonesia sebagai bagian dari masyarakat. Sayangnya, untuk mengelola urusan rumah tangga, kepentingan internasional ikut bermain. “Aktor yang bermain kemudian bukan saja aktor domestik, tetapi juga internasional juga, maka saya melihat ini sebuah legalisasi neokolonialisme,” kata Revrisond.
Revrisond juga menilai dampak penerapan UU Nomor 32 dan 33 tahun 2004 memperlemah ketahanan dan kedaulatan bangsa Indonesia. Apalagi, dengan ikut bermainnya kepentingan internasional di dalamnya.
Sumber: Satria/UGM
- Detail
- Ditulis oleh FEB UGM
- Kategori: Berita
- Dilihat: 2817
Reformasi birokrasi di Indonesia sangat tergantung pada siapa pemimpin yang berkuasa saat itu. Dengan kata lain, sebagus apapun sistem yang diterapkan tetap saja tergantung kepada siapa pejabat yang memimpin instansi atau departemen tersebut.
Menurut mantan Kepala Badan Kebijakan Fiskal, Dr. Anggito Abimanyu, kondisi itu dapat dilihat pada reformasi birokrasi di Departemen Keuangan. Sewaktu dipimpin oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani, para pejabat eselon 1 struktural dilarang merangkap jabatan, termasuk jabatan komisaris BUMN. Fokusnya adalah reformasi struktural di Direktorat Jenderal Pajak, Bea Cukai, Perbendaharaan dan Kekayaan Negara, yang dibarengi dengan pembentukan Badan Kebijakan Fiskal (BKF).
Sementara itu, menurut Anggito, saat ini justru dilakukan pemisahan reformasi birokrasi pada beberapa unit tersebut. "Padahal, kebijakan itu sebenarnya bukan prioritas pembenahan masalah perpajakan. Nah, kalau soal larangan main golf itu sekarang, ya tidak tahu masih berlaku tidak," ujar Anggito dalam acara peluncuran bukunya yang berjudul 'Refleksi dan Gagasan Kebijakan Fiskal', yang diselenggarakan di Auditorium Magister Manajemen UGM, Rabu (25/5).
Dalam buku setebal 274 halaman itu, Anggito menyampaikan reformasi birokrasi di bawah kepemimpinan yang jujur, tegas, dan visioner merupakan syarat penting dalam mengubah cara pikir birokrat. Yang sering mengganggu adalah budaya ewuh pakewuh dan comfort zone. Ini menyebabkan SDM yang berani mengambil keputusan dan visioner harus tersingkir atau dimutasi. "Trauma masa lalu, seperti BLBI, dan krisis serta agresivitas pengawas, seperti KPK, BPK, dan kejaksaan mengakibatkan kelambatan pengambilan keputusan," tutur Anggito yang saat ini menjabat Direktur Penelitian Ekonomika dan Bisnis (P2EB) UGM.
Khusus reformasi perpajakan, Anggito menilai perlu terus ditingkatkan. Munculnya beberapa masalah, seperti kasus mafia pajak dan Gayus, serta masalah lain, seperti rendahnya penerimaan Pph orang pribadi, membuat kebutuhan untuk meneruskan reformasi perpajakan menjadi isu penting. Selain itu, tantangan terbesar untuk mengembalikan reputasi dan kepercayaan masyarakat kepada institusi perpajakan juga masih belum terpenuhi. "Dalam menarik pajak, perlu dipertimbangkan beberapa hal agar sesuai dengan tujuan lain, yakni tetap mendorong investasi," kata Anggito.
Selain berbicara tentang reformasi birokrasi, Anggito mengemukakan beberapa topik lain yang juga menarik dalam bukunya, antara lain, Fenomena Capital Inflow dan Inflasi, Renegosiasi ACFTA, Keputusan IPO PT Krakatau Steel, Kenaikan Harga BBM, Divestasi Newmont, Subsidi Listrik, Bank Century dan Posisi Indonesia dalam G20.
Rektor UII, Prof. Dr. Edy Suandi Hamid, M.Ec. selaku pembahas menilai tulisan Anggito Abimanyu, baik ketika masih berada di lingkaran birokrasi maupun di kampus, tetap konsisten santun dan tidak takut berseberangan dengan pendapat ekonom lain. "Tulisannya tidak menggurui dan santun. Lihat dan bandingkan saja tulisan Anggito ketika masih di kekuasaan maupun di kampus, tetap kritis dan sopan," kata Edy.
Buku yang diluncurkan hari ini merupakan kumpulan tulisan Anggito mengenai ekonomi, khususnya keuangan dan fiskal. Hampir seluruh tulisan di buku ini telah dimuat di media massa dan diolah kembali. Pengantar buku ditulis oleh cendekiawan yang menjabat sebagai Ketua Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres), Prof. Dr. Emil Salim.
Peluncuran buku yang melibatkan Prof. Dr. Edy Suandi Hamid, M.Ec. (Rektor UII) dan Wisnu Nugroho (wartawan) sebagai pembahas itu juga dilakukan penyerahan buku dan CD secara simbolis kepada Prof. Dr. Sukanto Reksohadiprodjo, M.Com. (mantan Rektor dan Dekan Fakultas Ekonomika dan Bisnis UGM) dan Walikota Yogyakarta, Herry Zudianto. Acara juga dimeriahkan dengan penampilan Dira Sugandhi yang membawakan lagu dari CD 'Olah Rasa, Olah Kata, dan Olahraga' karya Anggito Abimanyu.
Sumber: Satria/UGM
- Detail
- Ditulis oleh FEB UGM
- Kategori: Berita
- Dilihat: 3474
Anda penggemar kopi? Tidak ada salahnya Anda mencoba Ricebran Coffee. Kopi yang satu ini memberikan alternatif rasa bagi para penikmat kopi yang ingin mencari sensasi baru minum kopi.
Ricebran Coffee merupakan inovasi produk minuman kopi dengan menambahkan bekatul di dalamnya. Minuman ini mengombinasikan unsur ‘nikmat’ dari kopi dengan ‘kesehatan’ yang diperoleh dari bekatul. Lahir dari tangan-tangan kreatif sejumlah mahasiswa UGM, yakni Fuad Assani, Mathias Mahendra (mahasiswa FEB UGM), Mila Permatasari, Sieta Rahmawati, dan Yuntia Astutisari.
Nama Ricebran Coffee mungkin belum begitu familiar. Produk ini baru beredar sekitar bulan Maret lalu. Usaha pembuatan kopi bekatul ini berawal dari keprihatinan kelima mahasiswa muda tersebut akan kondisi bekatul yang cukup melimpah, tetapi belum begitu banyak dimanfaatkan, apalagi untuk dijadikan makanan/minuman yang dapat dikonsumsi oleh manusia.
Kondisi itulah yang pada akhirnya menginspirasi Sani bersama keempat rekannya untuk mengolah bekatul menjadi sesuatu yang lebih bermanfaat dan bernilai ekonomis. "Bekatul memiliki sekitar 80% vitamin yang terkandung dalam gabah. Kandungan gizinya juga cukup tinggi dan ditambah komponen bioaktif oryzanol, tokoferol, dan asam ferulat menjadikan bekatul sebagai bahan baku yang berpotensi untuk dijadikan pangan fungsional," kata Fuad Assani di Kampus UGM baru-baru ini.
Lalu mengapa kopi yang dipilih? Mereka menciptakan Ricebran Coffee karena melihat kecenderungan anak muda saat ini yang sangat dekat dengan kebiasaan meminum kopi. "Kopi telah menjadi sarana untuk bersosialisasi dan bagian dari gaya hidup bagi anak muda," terangnya.
Membuat Ricebran Coffee cukup mudah. Bekatul yang akan digunakan sebagai campuran kopi disaring terlebih dahulu hingga didapat bekatul halus. Biasanya dari 1 kg bekatul kasar akan diperoleh 500 gram bekatul halus. Setelah disaring, bekatul dikukus selanjutnya disangrai. Hasil bekatul sangrai inilah yang siap untuk diracik bersama dengan kopi dan susu menjadi 'kopi bekatul'. "Dalam satu kali produksi membutuhkan 1 kg bekatul, 250 gram kopi robusta, menghasilkan 40 cup kopi bekatul. Tiap cup masing-masing diberi tambahan 150 ml susu segar," tambah Yuntia.
Ricebran Coffee dipasarkan dengan tiga variasi rasa ialah coklat, strawberry, dan blueberry. Dengan harga Rp5000,00 per cup ukuran 350 ml, mereka dapat menjual sekitar 20-30 cup tiap hari. "Untuk sementara, kami baru memasarkannya di kantin FEB UGM," ujarnya.
Lahirnya produk ini bermula dari keikutsertaan lima mahasiswa muda tersebut dalam Program Kreativitas Mahsiswa (PKM) 2011. Proposal usaha yang mereka ajukan lolos seleksi dan mendapat bantuan dana pengembangan dari Dikti sebesar Rp4.500.000,00. [Ika/UGM]
- Detail
- Ditulis oleh FEB UGM
- Kategori: Berita
- Dilihat: 4565
Menjadi wirausaha bukan sekadar mencari harta kekayaan, tetapi mencari ‘kesejahteraan’ yang sesungguhnya. Hal itu ditunjukkan dengan berperilaku jujur, bekerja keras, menjunjung nilai moral, dan mampu menjaga kepercayaan. “Tidak sedikit yang ingin jadi wirausaha dengan berpikir spekulatif, mencari jalan pintas tanpa kerja keras, sehingga banyak wirausaha yang serakah akan uang,” kata praktisi dan staf pengajar MM UGM, Boyke R. Purnomo, dalam pelatihan kewirausahaan di hadapan puluhan kelompok petani Desa Kemadang, Gunung Kidul.
Boyke menerangkan tiga ciri wirausaha yang dikenal dengan istilah 3M, yakni motivasi, melakukan, dan mindset. Selain memiliki motivasi yang kuat, menjadi wirausaha harus diikuti semangat, komitmen, disiplin serta pantang menyerah. “Bila punya motivasi yang kuat, paling tidak 30 persen usahanya sudah mendekati berhasil,” katanya.
Namun, menjadi seorang wirausaha tidak dapat dicapai dengan banyak berteori tanpa mencoba melakukannya. Boyke mengibaratkan menjadi wirausaha tak ubahnya belajar bersepeda. “Kita tidak akan bisa mengendarai sepeda dengan baik tanpa belajar mengayuh sepeda lebih dahulu. Kadang harus jatuh dan luka dibuatnya,” katanya.
Selanjutnya, ciri karakter wirausaha adalah memiliki keinginan untuk tumbuh dan berubah. “Bila seseorang mencari posisi yang stagnan, tidak ada perubahan selama hidupnya, dan tidak memiliki rencana hidup yang jelas, maka dia bukan ciri seorang wirausaha,” katanya.
Wirausaha selalu bersahabat dengan ketidakpastian. Menurut Boyke, ketidakpastian bukanlah untuk ditakuti karena di dalamnya terdapat sebuah peluang. “Seorang pemenang itu adalah orang yang mampu memanfaatkan peluang. Ketidakpastian merupakan ladang untuk mencari ragam peluang,” ujarnya.
Ciri wirausaha lainnya adalah selalu berupaya untuk mencari cara baru guna membuka peluang. Namun, apabila dihadapkan pada banyak pilihan, yang perlu diambil adalah yang dianggap paling baik. “Peluang yang paling baik akan membuat lebih fokus,” katanya.
Wirausaha selalu berpikir positif. Berpikir positif mendorong seseorang lebih bersemangat dalam bekerja. Namun, yang tidak kalah penting adalah berkarakter produktif, bukan konsumtif. “Mudah diucapkan, namun sulit dilakukan sebab harta kekayaan yang dimiliki menjadikan seseorang tidak mampu mengelola kebutuhan dan keinginannya,” tambahnya.
Boyke menuturkan wirausaha bukan tipe wait and see, tapi see and do. Oleh karenanya, kesempatan yang tidak selalu datang dua kali harus disiapkan dengan sebaik mungkin untuk meraihnya. “Sebab, beruntung itu adalah bertemunya kesempatan dan persiapan,” pungkasnya.
Sumber: Gusti/UGM
- Detail
- Ditulis oleh FEB UGM
- Kategori: Berita
- Dilihat: 2287
Program Magister Manajemen (MM) Fakultas Ekonomika dan Bisnis UGM menanam 7.250 bibit pohon di dusun Gondang, Kelurahan Umbulharjo, Kecamatan Cangkringan, Minggu (15/5). Bantuan bibit pohon terdiri 6.000 sengon, 502 mahoni, 465 munggur, 33 asem jawa, 200 petai dan 50 bibit durian. Selain itu, juga diserahkan 8.750 bibit tanaman sayuran keluarga dalam bentuk polybag, seperti tanaman lombok, terong, tomat, kol, kacang panjang, masing-masing 1.750 serta pupuk kandang di huntara Plosokerep.
Penyerahan bantuan bibit tanaman dilakukan secara simbolis dengan penanaman bibit pohon yang dilakukan Direktur MM UGM Prof. Dr. Lincolin Arsyad dan Deputi Direktur Bidang Keuangan dan Umum MM UGM Dr. Hardo Basuki, M.Soc.Sc, di bumi perkemahan Sinolewah. Disaksikan Camat Cangkringan Samsul Bakri, SIP, MM dan Kepala Desa Umbulharjo Bejo Mulyo.
Lincolin Arsyad menuturkan penyerahan bantuan penanaman bibit pohon di kawasan Merapi dalam rangka mengimplementasikan konsep pangarusutamaan etika (ethics mainstreaming) yang tengah dikembangkan MM UGM dalam proses pembelajarannya. “Konsep ini mengedepankan etika akademik, etika sosial, dan etika lingkungan yang diajarkan di setiap mata kuliah kepada mahasiswa. Kita mengajak seluruh sivitas akademika untuk bersama-sama meningkatkan kepedulian terhadap lingkungan, salah satunya lewat penanaman bibit pohon ini,” katanya.
Dia menambahkan, kegiatan penanaman bibit pohon ini bukan kegiatan insidental, tapi terencana dan berkesinambungan. Salah satu kegiatan selanjutnya adalah membantu proses pemulihan ekonomi warga korban Merapi. “Kami merencanakan salah satu desa di Sleman sebagai desa binaan. Barangkali Umbulharjo bisa jadi desa binaan kita, ” ungkapnya.
Sebelum Umbulharjo, ujar Lincolin, Desa Beji dan Kemadang, Gunung Kidul, merupakan desa binaan MM UGM dalam melaksankan program pemberdayaan masyarakat. Sekaligus mengaktualisasikan pembelajaran pengarusutamaan etika di kalangan mahasiswa MM UGM. “Kami selalu menyesuaikan dengan kurikulum. Kami menginginkan lulusan bukan hanya pintar tapi punya etika yang baik,” katanya.
Camat Cangkringan Samsul Bahri, S.I.P., M.M., menyampaikan kebanggannya atas kepedulian MM UGM terhadap pemulihan kondisi lingkungan kawasan cangkringan yang mengalami kerusakan pasca erupsi Merapi. “Di cangkringan, daerah yang terkena dampak langsung lahar dingin sekitar 25 dusun. Untuk pemulihan perlu perhatian semua pihak. Tidak mungkin bisa mengandalkan pemerintah karena memiliki keterbatasan,” ujar lulusan MM UGM ini.
Diakui Samsul, pemulihan kondisi lingkungan di kawasan cangkringan dirasakan sangat mendesak dilakukan. Pasalnya, kawasan ini merupakan daerah sumber resapan air di wilayah Yogyakarta. “Karena itu Cangkringan perlu dihijaukan kembali secepatnya,” tegasnya.
Kepala Desa Umbulharjo Bejo Mulyo Sp.G., mengharapkan bantuan yang diberikan MM UGM tidak sebatas bibit pohon. Namun bisa menjalar dalam bentuk kegiatan lainnya seperti membantu proses rehabilitasi dan rekontruksi pasca tanggap darurat bencana Merapi. “Jalinan komunikasi tidak sebatas sampai disini. Semoga ini merupakan awal dari kegiatan selanjutnya di kemudian hari dan mampu memberikan solusi atas kondisi saat ini,” harapnya.
Sumber: Gusti/UGM
- Detail
- Ditulis oleh FEB UGM
- Kategori: Berita
- Dilihat: 2945
Mahasiswa Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Gadjah Mada (FEB UGM) kembali unjuk prestasi di tingkat internasional pada penghujung bulan April 2011. Tiga mahasiswa International Undergraduate Program FEB UGM: Yanuar Kurniawan, M. Adri Yahdian dan Alessandra Fecilia Aldy yang tergabung dalam tim Phinisi meraih peringkat ketiga dalam “APEX Global Business-IT Case Challenge 2011” yang diselenggarakan Singapore Management University (SMU) di Mandarin Orchard Hotel, Singapura pada 24-29 April 2011.
Terpilihnya tim Phinisi mewakili FEB UGM berawal dari seleksi internal yang diikuti oleh 12 tim yang terdiri dari mahasiswa FEB dan beberapa mahasiswa FMIPA. Untuk mendukung kesiapan tim Phinisi, Prof. Dr. Jogiyanto Hartono Mustakini, MBA. turut berperan sebagai mentor yang memberikan bimbingan dan pengetahuan Business-IT. Perjalanan tim Phinisi meraih prestasi ini cukup panjang, tim bersaing dengan 27 tim dari 15 negara yang tersebar di lima benua, beberapa diantaranya: Singapore Management University, Singapore; Universitas Indonesia, Bina Nusantara University, Institut Teknologi Bandung, Indonesia; Corvinus University of Budapest, Hungary; Queensland University of Technology, Australia; Aarhus School of Business, Copenhagen Business School, Denmark; University of Florida, Texas A&M University, University of Minnesota (Carlson School of Management), United States; Stellenbosch University, South Africa; University College London, United Kingdom; University of British Columbia, Canada dan lain-lain. Kompetisi terbagi atas tiga babak yang akhirnya mengantarkan tim masuk dalam tiga besar bersama dengan tim Target dari University of Hong Kong sebagai peringkat pertama dan tim Aspire dari Copenhagen Business School sebagai peringkat kedua. Patut dibanggakan prestasi tingkat internasional ini, tim Phinisi merupakan satu-satunya tim Indonesia yang berhasil menempati posisi tiga besar sejak kompetisi ini diselenggarakan tahun 2009.
Menurut Wakil Dekan Bidang Kemahasiswaan, Alumni, Kerjasama dan Pengembangan Usaha, Prof. Wihana Kirana Jaya, M.Soc.Sc, Ph.D, “perjuangan tim Phinisi mendapat dukungan penuh dari fakultas, sejak dari persiapan awal, penugasan mentor sampai dengan keberangkatannya ke Singapura. Dukungan ini sebagai wujud dari salah satu komitmen fakultas untuk mendukung kegiatan non akademik mahasiswa, dalam hal ini keikutsertaan mahasiswa pada kompetisi bertaraf internasional”.
Keseluruhan hasil kompetisi dapat dilihat di http://apexglobal.smu.edu.sg/?page_id=1739.
Sumber: opac
Halaman 144 dari 165