- Detail
- Ditulis oleh FEB UGM
- Kategori: Berita
- Dilihat: 2265
Menamatkan studi tepat waktu merupakan salah satu hal yang ingin dicapai oleh hampir setiap mahasiswa. Namun, dunia kerja yang nanti akan dihadapi selepas lulus rupanya begitu berbeda dengan kehidupan perkuliahan yang selama ini dijalani. Persiapan dan pengetahuan yang cukup akan kondisi perekonomian serta dunia kerja merupakan langkah awal yang dapat dilakukan.
Menurut Bryan Tilaar, Presiden Direktur dari PT. Martina Berto Tbk, kondisi perekonomian Indonesia masih akan terus tumbuh sehingga Indonesia masih menjadi tempat berkarir yang cukup baik. Salah satu faktor pendorongnya adalah terjadi peningkatan dari sisi investasi. Selain itu, sisi konsumsi pun juga terus mengalami peningkatkan, terutama masyarakat kelas menengah. Mereka cenderung mengalami perubahan gaya hidup dengan lebih banyak mengamati masyarakat menengah-atas. Sehingga kelompok ini begitu konsumtif. Bryan memprediksi bahwa geliat usaha di Indonesia masih akan terus ada. Sehingga, para fresh graduate tidak perlu khawatir akan akses terhadap kesempatan kerja.
Bahkan, menurutnya, Indonesia memiliki karakteristik yang cukup unik. Meskipun terjadi bencana alam, seperti banjir yang melanda kawasan Jakarta beberapa waktu yang lalu, perusahaan-perusahaan yang ada akan selalu mampu menemukan cara untuk bertahan. Bahkan, menurutnya, negara lain terkadang merasa heran melihat kondisi Indonesia yang demikian.
Namun, kesempatan-kesempatan yang diprediksi akan terus tercipta tersebut, tidak serta merta menjadikan jaminan bahwa para lulusan baru dapat langsung memperoleh pekerjaan ataupun dapat bertahan dalam dunia kerja. Menurutnya, adaptasi adalah kunci yang utama. "Kalau mau sukses, harus mau beradaptasi dengan keadaan yang ada, kalau tidak mau beradaptasi, akan dimakan zaman," terangnya. Dunia kerja juga menuntut proses karena di dalamnya terdapat berbagai hal yang tidak serba ilmu pasti.
Sumber: Nadia/FEB
- Detail
- Ditulis oleh FEB UGM
- Kategori: Berita
- Dilihat: 2585
Penduduk muslim yang kurang lebih 218 juta jiwa memiliki prospek besar dalam pengembangan ekonomi dan keuangan syariah. Tidak heran, pertumbuhan pasar keuangan dari perbankan syariah nasional meningkat pesat dari tahun ke tahun. Namun perbankan syariah lebih banyak bergerak pada pembiayaan jual beli dibandingkan pembiayaan perdagangan dan investasi, "Alokasi berbagai proyek untuk kepentingan rakyat dapat didanai melalui skema pebiayaan syariah," kata Pengamat ekonomi syariah dari Fakultas Ekonomika dan Bisnis (FEB) UGM, Taufikur Rahman, MBA., dalam Seminar Sosialisasi Surat Berharga Syariah Negara di Auditorium BRI FEB UGM, Rabu (20/11).
Sektor perdagangan dan investasi menurut Taufik memang belum digarap seirus oleh perbankan syariah. Kendati demikian, Aset perbankan syariah tumbuh pesat dari tahun ke tahun. "Diperkirakan tahun ini akan mancapai Rp 269 triliun, tumbuh 44% dari tahun sebelumnya yang hanya mencapai Rp 179 triliun," kata Dosen Juruan Akuntansi FEB UGM ini.
Prosentase pertumbuhan perbankan syariah melebihi pertumbuhan industri perbankan nasional yang berkisar 20% per tahun. Bahkan berada di atas pertumbuhan keuangan global yang hanya berkisar 15-20%. Dari jumlah nasabah, sebesar 13,4 juta hingga bulan Oktober 2012. Tumbuh 36,4% dari tahun 2011 yang hanya berjumlah 9,8 juta," katanya.
Untuk lebih menguatkan fondasi ekonomi syariah, perbankan syariah diusulkan tidak hanya bergerak di sektor moneter tapi juga di sektor riil termasuk penguatan governance kelembagaan syariah. Oleh karena itu, sumber daya manusia perlu disiapkan untuk menunjang industri keuangan dan ekonomi syariah dengan mendorong perguruan tinggi dan lembaga pendidikan tinggi lainnya membuka prodi keuangan islam.
Yang tidak kalah penting, katanya, dibutuhkan dana riset untuk penelitian dan pelatihan di bidang ekonomi dan keuangan syariah. Kerjasama yang harus dilakukan dengan jaringan keuangan islam dunia agar Indonesia bisa menjadi pemain utama dalam ekonomi islam global.
Sementara Agus P. Laksono dari Direktorat Pembiayaan Syariah, Kementerian Kuangan RI, mengatakan kebutuhan akan keuangan syariah dan alternatif investasi mendorong perkembangan pasar keuangan syariah berkembang. Pemerintah sendiri telah menerbitkan Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) atau Sukuk Negara dengan menyediakan alternatif investasi syariah yang banyak dibutuhkan oleh investor, baik syariah maupun konvensional. "Perkembangan industri keuangan bergantung pada inovasi produk dan struktur akad serta dukungan pemerintah lewat regulasinya," katanya.
Sumber: Gusti/UGM
- Detail
- Ditulis oleh FEB UGM
- Kategori: Berita
- Dilihat: 2701
Kehadiran Komisi Pemberantsan Korupsi (KPK) sejak 2005 telah memberi dampak positif bagi institusi penegak hukum lain, Kepolisian dan Kejaksaan untuk menjalankan proses pengadilan kasus korupsi yang lebih efisien baik di tingkat Pengadilan Negeri, Pengadilan Tinggi dan Mahkamah Agung. "Adanya KPK, peningkatan kinerja Kepolisian dan Kejaksaaan dalam menangani kasus-kasus korupsi menjadi lebih cepat," kata Peneliti Kriminal Ekonomi UGM, Dr. Rimawan Pradito di FEB UGM, Kamis (14/11).
Di tingkat pengadilan Negeri (PN), proses peradilan kasus korupsi yang ditangani Kepolisian dan Kejaksaan lebih cepat 28,78 persen dibandingkan sebelum adanya KPK. Bahkan di tingkat Pengadilan Tinggi, lebih cepat 38,38 % dibandingkan dengan periode sebelumnya.
Sebaliknya kinerja KPK di tingkat pengadilan Pengadilan Negeri (PN), kasus korupsi yang ditangani KPK lebih cepat 39,77%. Di Pengadilan Tinggi, kasus korupsi yang sudah ditangani KPK secara signikan lebih cepat 124%. Sedangkan di tingkat pengadilan MA, kasus korupsi yang ditangani KPK lebih cepat 158 persen dibandingkan dengan kasus yang ditangani institusi lain.
Rimawan menambahkan, terdakwa yang dituntut oleh KPK menjalani proses pengadilan yang lebih cepat di seluruh pengadilan kecuali di tingkat peninjauan kembali dimana prosesnya sepenuhnya di tangan MA.
Kendati proses pengadilan di lembaga penegakan hukum selain KPK lebih cepat namun terdakwa yang berdomisili di pulau Jawa lebih lambat. Berdasarkan status pekerjaan, terdakwa yang memiliki pekerjaan sebagai PNS mengalami pengadilan lebih lambat 16,19% dibandingkan terdakwa lain. "Anggota legislatif baik pusat dan daerah bahkan menjalai proses pengadilan lebih lamabat 18,45%," pungkasnya.
Sumber: Gusti/UGM
- Detail
- Ditulis oleh FEB UGM
- Kategori: Berita
- Dilihat: 2195
Hingga pertengahan tahun 2013, tingkat inflasi cenderung tinggi dibandingkan beberapa tahun terakhir. Tercatat angka inflasi mencapai 8,23% pada oktober 2013 lalu. Dibandingkan inflasi pada awal tahun yang hanya 4,5%. Tingginya tingkat inflasi ini ditenggarai kurang optimalnya penerapan Inflation Targeting Framework (ITF) akibat nilai inflasi di beberapa provinsi melebihi dari target angka inflasi nasional. Selain itu, kecilnya pengaruh tingkat suku bunga BI rate dalam pengendalian moneter. "Dilihat per provinsi, masih ada beberapa provinsi dengan tingkat inflasi aktual yang melebihi dari target inflasi 4,5 %," kata Pengamat Ekonomi FEB UGM, Muhammad Edhie Purnawan, Ph.D., dalam Diskusi Analisis Inflasi Indonesia di FEB UGM, Kamis (14/11).
Beberapa provinsi yang nilai inflasi melebih target nasional atau di atas 4,5% diantaranya, Bangka Belitung (6,57%), Kalimantan Barat (6,16%), Kalimantan Tengah (5,85%), Kalimanatan Selatan (5,96%), Kalimatan Timur (5,60%), Sulawesi Tengah (5,87%), Sulawesi Utara (6,04%) dan Maluku (6,72%).
Kendati guncangan nilai tukar rupiah, pertumbuhan jumlah uang beredar dan pertumbuhan ekonomi sebesar 1 standar deviasi berpengaruh terhadap nilai inflasi. Hanya saja pada saat guncangan dari tingkat suku bunga BI Rate, "Inflasi meresponnya secara negatif," katanya.
Edhie Purnawan menilai, kebijakan tingkat suku bunga BI rate memiliki pengaruh paling rendah bagi pengendalian inflasi, hal ini menunjukkan bahwa tingkat suku bunga BI rate belum efektif dalam pengendalian moneter dan pengganti sasaran operasional dari uang primer. Oleh karena itu, kata Edhie Purnawan, pemerintah bersama BI harus mengkaji ulang mengenai penerapan dan fungsi dari BI rate yang dijadikan sebagai reference rate dalam pengedalian moneter.
Lebih jauh ia menambahkan, BI dan pemerintah harus menguatkan koordinasi kebijakan untuk meminimalkan tekanan inflasi dari kenaikan administered price dan volatile foods maupun untuk sinergi kebijakan ekonomi secara keseluruhan. Selain itu, perlu membentuk strategi komunikasi yang lebih transparan untuk memperkuat sinyal kebijakan moneter pada pasar. “Upaya pembentukan ekspektasi inflasi terutama pada provinsi-provinsi yang telah melebihi target inflasi nasional perlu dilakukan,” pungkasnya.
Sumber: Gusti/UGM
- Detail
- Ditulis oleh FEB UGM
- Kategori: Berita
- Dilihat: 2499
Jumlah penerima program hibah penelitian Fakultas Ekonomika dan Bisnis (FEB) mengalami peningkatan signifikan di banding tahun sebelumnya. Pada tahun 2012 terdapat 27 penelitian yang berhasil mendapatkan dana hibah penelitian dari FEB. Sementara pada tahun 2013 jumlahnya penelitian yang berhasil lolos mendapatkan dana hibah meningkat menjadi 46 penelitian dan tiga penulisan kasus bisnis.
Wakil Dekan Bidang Penelitian, Pengabdian kepada Masyarakat, Kerjasama dan Alumni, Muhammad Edhie Purnawan, M.A., Ph.D., menuturkan bahwa program hibah penelitian dan penulisan kasus merupakan salah satu langkah yang ditempuh FEB untuk mendorong para dosen mengembangkan keilmuan di bidang manajemen, akuntasi , dan ilmu ekonomi. Selain itu, melalui program ini diharapkan mampu meningkatkan kualitas penelitian dosen.
"Harapannya dari penelitian-penelitian tersebut bisa masuk jurnal internasional yang bermutu tinggi, karena FEB memang mendorong para dosennya untuk melakukan publikasi ilmiah di jurnal internasional," jelasnya, Selasa (12/11) di sela-sela kegiatan ekspose hasil penelitian di Ruang Kertanegara FEB UGM.
Edhi menyampaikan dalam program hibah penelitian ini setidaknya melibatkan 100 dosen dari jurusan manajemen, akuntansi, dan ilmu ekonomi. Selain itu juga melibatkan sekitar 20 mahasiswa dalam penelitian di tingkat fakultas ini.
Lebih lanjut dikatakan Edhie, penelitian yang dinyatakan lolos mendapatkan dana hibah kemudian disampaikan kepada masyarakat umum melalui ekspos hasil penelitian. Ekspos hasil penelitian digelar selama empat hari, 12-15 November 2013 bertempat di ruang Kertanegara FEB UGM.
"Hasilnya dipersentasikan secara terbuka sebagai bentuk pertanggungjawaban sosial FEB UGM ke masyarakat. Harapannya ilmu pengetahuan yang disampaikan dapat memberikan manfaat bagi masyarakat," paparnya.
Sumber: Ika/UGM
Jadwal Presentasi: lihat disini
- Detail
- Ditulis oleh FEB UGM
- Kategori: Berita
- Dilihat: 2224
Masalah upah buruh, baik yang berkaitan dengan ubah buruh provinsi (UMP) maupun isu kebutuhan hidup layak (KHL) buruh yang mencuat ke publik dalam beberapa pekan terakhir ini jangan sampai dimanfaatkan jadi kepentingan agenda politik jelang pemilu 2014 atau kepentingan kepala daerah untuk terpilih kembali dalam pilkada selanjutnya. Kepentingan buruh dan pengusaha seharusnya bisa diakomodasi oleh pemerintah daerah setempat.
Ekonom FEB UGM Prof. Mudrajad Kuncoro, PhD setuju apabila upah buruh harus naik sesuai KHL. Namun masalah yang perlu diperhatikan proses dalam menaikkan upah tersebut. Pasalnya, berdasarkan catatan Bank Dunia, kutip Mudrajad, ada tiga masalah berkaitan regulasi buruh di Indonesia. Yang utama masalah ketentuan waktu kenaikan upah dan status pekerja. "Masalah kenaikan berkala dipersoalkan karena buruh cenderung menuntut kenaikan setiap tahun, sedangkan pemerintah posisinya tidak jelas," kata Guru Besar Fakultas Ekonomika dan Bisnis (FEB) UGM ini usai memaparkan publikasi makalah dan kegiatan ilmiah dosen-dosen di fakultasnya, Senin (11/11).
Dia mengakui, pengusaha umumnya cenderung menginginkan kenaikan setiap empat atau lima tahun, sementara pemerintah menginginkan upah naik setiap dua tahun. "Pengusaha ingin kepastian masalah ini agar perusahaan tumbuh dan untung sehingga upah buruh bisa naik," ujar dia.
Masalah lain yang dihadapi buruh, kelebihan jam kerja atau lembur dan hari libur, serta biaya pesangon. Namun masalah upah selalu dijadikan alasan pengusaha mempertimbangkan layak atau tidak mempertahankan perusahaan. "Sebagian pengusaha mengambil jalan pintas, mengubah strategi dari perusahaan produksi ke perusahaan perdagangan," katanya.
Model konversi yang dilakukan pengusaha seperti ini, tambah Mudrajat, merugikan pekerja karena perubahan status perusahaan berdampak pada rasionalisasi jumlah pekerja, tetapi pengusaha berkilah itu sebagai strategi yang menguntungkan secara bisnis. Dua peluang yang dilakukan pengusaha menghadapi kondisi tersebut, yaitu meremajakan mesin yang efisien dengan risiko mengurangi jumlah pekerja, atau relokasi ke daerah yang upah buruhnya bisa dijangkau. "Saya kira Yogyakarta bisa dijadikan salah satu pilihan jika ada urusannya dengan faktor buruh," pungkasnya.
Sumber: Gusti/UGM
Halaman 153 dari 195