- Detail
- Ditulis oleh FEB UGM
- Kategori: Berita
- Dilihat: 4577
Setelah sempat mati selama kurang lebih tiga puluh tahun, kini babak diplomasi bilateral antara Indonesia dan Rusia kembali aktif digiatkan. Negara yang sempat ambruk dan mengalami guncangan hebat pada 90-an ini, telah bangkit dan mulai mengakarkan cangkramnya lagi. Kepemimpinan Putin menjadi titik balik bagi negara terbesar di dunia tersebut dalam menghadapi percaturan global.
Hubungan bilateral antara kedua negara yang pada masa Soekarno sempat memiliki hubungan emosional itu harus ditingkatkan kembali. Demikian hal yang diungkapkan oleh Djauhari Oratmangun selaku Duta Besar Republik Indonesia (RI) untuk Rusia pada Kuliah Umum bertajuk "Prospek Kemitraan Strategis dan Kerjasama Bilateral Indonesia dan Rusia," Kamis (10/10). Djauhari juga menekankan bagaimana pentingnya hubungan kedua negara ini.
Rusia kini telah kembali hadir menjadi negara yang besar. Tidak hanya secara geografis, tapi juga secara militer, politik, dan ekonomi. Di tengah dempuran krisis global yang dampaknya masih terasa, Rusia berhasil bertahan dan mengalami pertumbuhan positif. Selain itu, Rusia juga amat kuat di bidang teknologi dan ilmu pengetahuan. Rusia pantas disandingkan dengan Cina dan Amerika Serikat sebagai partner strategis Indonesia.
Hubungan Rusia dan Indonesia menjadi penting sebab Indonesia merupakan negara yang berpengaruh di kawasan Asia Pasifik. Dengan adanya hubungan strategis antar kedua negara tersebut, maka akan tercipta kondisi yang baik, tak hanya bagi kedua negara, tapi juga kawasan lainnya. Keadaan tersebut yakni terciptanya kehidupan politik dan keamanan yang baik di kawasan Asia Pasifik, juga ekonomi yang tumbuh di kawasan Asia Pasifik.
Djauhari pun berkata bahwa meskipun hubungan bilateral kedua negara kini kembali baik dan mulai terlihat akan kembali seperti dulu lagi, tetapi masih ada hubungan lain yang harus ditingkatkan. Ia mengelompokkan kerjasama bilateral antara keduanya ke dalam tiga tingkatan, yakni G-G (Government to Government), B-B (Business to Business), dan P-P (People to People). Menurutnya kedua level atas hubungan kedua negara telah berjalan baik, sedangkan P-P masih kurang sehingga perlu ditingkatkan. "Oleh karenanya penting untuk meningkatkan kerjasama pendidikan antar dua negara. Sehingga, mahasiswa Indonesia akan makin banyak belajar ke Rusia. Emotional relationship (hubungan emosional-red) antara Indonesia dan Rusia akan lebih mudah muncul kembali," tambahnya.
Sumber: Aina/FEB
- Detail
- Ditulis oleh FEB UGM
- Kategori: Berita
- Dilihat: 3971
Kreativitas merupakan hal yang penting untuk mengembangkan sebuah bisnis. Tanpa kreativitas manusia tidak akan memiliki mesin penggerak untuk melakukan inovasi pada bisnisnya. Namun, memiliki sebatas kreativitas saja ternyata tidak cukup. Kreativitas harus didukung dengan kemampuan riset (bisnis) yang mumpuni. Ketika kedua hal tersebut bertemu maka akan tercipta suatu bisnis luar biasa yang kita kenal dengan Google. Seperti yang kita tahu Google merupakan mesin pencari online yang menyimpan hampir seluruh informasi yang dibutuhkan. Namun lebih dari itu Google merupakan sebuah industri riset yang menempatkan dirinya sebagai tempat memecahkan masalah dan melakukan riset untuk mengetahui tren apa yang akan muncul di masa yang akan datang melalui algoritma dan metode riset lainnya. Kreativitas harus didukung oleh kemampuan riset yang komprehensif untuk menciptakan sebuah strategi inovasi yang sukses.
Pentingnya manfaat riset dibalik sebuah bisnis tersebut dipaparkan oleh M. Arief Budiman, CEO Petakumpet dan Chairman Pinasthika Creativestival. Arief hadir ke kampus FEB UGM bersama tim dari Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Republik Indonesia dalam rangkaian acara Indonesia Kreatif Goes to Campus (23/10). Selain di UGM acara ini juga dilaksanakan di universitas lain di Indonesia dengan tema sektor kreatif yang berbeda sesuai dengan keunggulan masing-masing universitas. UGM sebagai universitas riset terbaik di Indonesia menjadi tempat yang tepat untuk menkampanyekan bidang riset sebagai salah satu sektor kreatif yang memiliki perkembangan yang baik di masa depan. Acara Indonesia Kreatif ini mengajak para mahasiswa untuk mengeksplorasi kretivitas dari kompetensi bisnis yang dimiliki di lingkungan sekitar namun tetap memunculkan identitas dan kearifan lokal Indonesia sebagai ciri utama. Melihat fenomena di daerah bahwa para pebisnis khususnya UMKM cenderung berjalan sendiri-sendiri, Indonesia Kreatif berkeinginan untuk mengsinergikan tiga sektor penting untuk meningkatkan sektor perekonomian yaitu pemerintah, pelaku bisnis, dan para akademisi. Akademisi menjadi salah satu pilar penting karena akademisi memiliki kemampuan riset dan analisis yang baik untuk menyelesaikan permasalahan dan melihat potensi yang muncul dari industri kreatif di Indonesia. "Karena sebuah daya riset dan analisis yang kuat, sebuah gadget dengan biaya produksi $10 mampu dibandrol dengan harga $400. Itulah gunanya riset dalam sebuah bisnis", ungkap M. Edhie Purnawan, M.A., Ph.D, wakil dekan bidang riset, alumni, dan kerjasama FEB UGM.
Selain menyampaikan mengenai pentingnya riset dalam sebuah bisnis, Arief juga mengungkapkan beberapa kunci kesuksesan dalam berbisnis. Mencari masalah sebanyak-banyaknya karena masalah merupakan peluang yang harus dimanfaatkan dan manusia pada hakikatnya butuh suatu kegagalan karena dengan kegagalan tersebut kita dipacu untuk menjadi lebih kreatif. Di akhir pemaparannya Arief menutup kuliah umum dengan sebuah pepatah yang memotivasi : "setiap manusia dilahirkan jenius, sampai ia menyerah pada pendapat orang yang mengubahnya menjadi manusia biasa-biasa saja."
Sumber: Poppy/FEB
- Detail
- Ditulis oleh FEB UGM
- Kategori: Berita
- Dilihat: 3934
"Kalian akan menjadi apa dalam 5 sampai 10 tahun lagi?." Pertanyaan yang disampaikan oleh Ie Tje Sing, CEO PT Reksa Finance, disambut oleh keheningan dari seluruh mahasiswa yang hadir dalam acara CEO Talk: Career Development Program. Bukan merupakan hal yang aneh bahwa beberapa mahasiswa, bahkan hingga mencapai akhir masa perkuliahannya, masih memiliki kebingungan akan masa depan mereka. Melihat fenomena tersebut Jurusan Manajemen FEB UGM bekerjasama dengan Ikatan Keluarga Mahasiswa Manajemen (IKAMMA) FEB UGM menggelar kembali acara bertajuk CEO Talk Career Development Program (24/10). "CEO Talk ini sudah dilaksanakan untuk yang ketiga kalinya. Diharapkan melalui acara ini mahasiswa semakin dimudahkan untuk menentukan arah masa depan mereka," ungkap Sahid Susilo Nugroho, Ph.D, Ketua Jurusan Manajemen FEB UGM.
Ie Tje Sing merupakan salah satu sosok alumni FEB UGM yang sukses dalam karir perbankan dan keuangan yang ia geluti. Pada tahun 2013, IeThe Sing meraih predikat sebagai "The Best Scientific CEO se-Indonesia" dan PT Reksa Finance, perusahaan yang ia pimpin, juga tercatat sebagai salah satu "Best Company" oleh majalah Investor.
Sebelum menyampaikan kuliah umum terkait karir di bidang keuangan dan perbankan, Ie Tje Sing menjelaskan bahwa setiap manusia memiliki karakteristik yang berbeda-beda. Karakteristik yang berbeda akan membutuhkan pola belajar yang berbeda pula. Untuk menjadi orang yang sukses dalam berkarir, selain memiliki hard competency, yaitu ilmu dan teori yang didapatkan selama menempuh bangku perkuliahan, mahasiswa juga harus memiliki dan mengembangkan soft competency. Self competency tersebut antara lain: kemampuan pemecahan masalah, komunikasi, kepemimpinan, dan bekerjasama. Soft competency inilah yang akan membentuk sesorang menjadi seorang pemimpin yang handal.
Sukses menjalani karir di dunia keuangan dan perbankan, Ie Tje Sing menunjukkan bahwa peluang karir dalam industri ini sangatlah besar dan berpotensi. Banyak lembaga keuangan dan perbankan di Indonesia yang mampu menjadi tempat meniti karir yang baik seperti bank, perusahaan finansial, perusahaan sekuritas, dan perusahaan asuransi. Ie Tje Sing menekankan bahwa pada dasarnya bekerja dimanapun merupakan tempat yang baik dan kesuksesan karir seseorang tidak ditentukan dimana ia bekerja tetapi bagaimana kemampuannya dalam bekerja. "Untuk menjadi sesorang dengan karir yang sukses, kita harus mampu mengkolaborasikan tiga hal: pengalaman, pengetahuan, dan pola pikir. Dan ingat bahwa kita tidak akan pernah berkembang tanpa melakukan perubahan," ungkap Ie Tje Sing.
Sumber: Aina/FEB
- Detail
- Ditulis oleh FEB UGM
- Kategori: Berita
- Dilihat: 2459
Selama ini pembangunan di Papua dinilai masih dilakukan secara parsial dan tidak tepat sasaran. Meskipun setiap tahun selalu dikucurkan dana anggaran pembangunan dengan jumlah yang besar melalui berbagai skema, tetapi dalam prosesnya hanya berjalan di tempat dan tidak ada terobosan berarti. Alhasil, pembangunan yang dilakukan belum mampu menciptakan kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat Papua. Kondisi tersebut membuat Bupati Keerom, Papua, Yusuf Wally, S.E,. M.M., tergerak untuk mengentaskan daerahnya dari kemiskinan, keterbelakangan dan keterisolasian akibat pembangunan yang selama ini kurang berjalan baik. Ia menawarkan inovasi kebijakan kepada masyarakat setempat melalui program Bantuan Keuangan Kepada Kampung (BK3) yang telah diluncurkan 26 Maret 2011 silam. Program tersebut ditujukan mempercepat pembangunan dan kemadirian kampung.
"Saya mencoba Membangun sebuah model pembangunan yang khas Papua yaitu Gerakan Pembangunan Dua Arah (GERBANGDA) dengan pendekatan bottom-up dan partisipatif yang diimplementasikan dalam program BK3," jelasnya, Kamis (24/10) di FEB UGM saat bedah buku "Percepatan Pembangunan dan Kemandirian Kampung: Memahami "Gagasan Gila" Bantuan 1 M Tiap Tahun Untuk Kampung Gaya YW".
Yusuf Wally menyebutkan melalui program BK3 setiap kampung diberikan alokasi dana Rp 1 Miliar untuk pengembangan infrastruktur. Masyarakat diberdayakan untuk berperan serta dalam proses pembangunan. “Program pembangunan ini berbasis desa, masyarakat dilibatkan dengan pendampingan dan monitoring oleh pemerintah dan LSM dalam mengelola dana tersebut”, ujarnya.
Hasilnya, program BK3 dapat berjalan dengan baik dalam mengedukasi masyarakat tentang kemandirian ekonomi. Melalui program tersebut juga berhasil menghantarkan Yusuf Wally terpilih sebagai kepala desa terbaik versi Majalah Tempo.
Prof. Loncolin Arsyad, Ph.D., Direktur MM FEB UGM mengapresiasi buku yang ditulis Bupati Keerom. Buku tersebut sangat dinilai bermanfaat untuk mahasiswa yang mempelajari tentang ekonomi pembangunan khsusnya pedesaan karena disertai dengan pemapapran teori secara lengkap dan kuat. "Yang menjadi menarik buku ini tidak hanya menyajikan teori-teori saja, tetapi dikombinasikan dengan pengalaman empiris sehingga melahirkan strategi-strategi untuk mewujudkan percepatan pembangunan dan kemandirian Kabupaten Keerom," jelasnya.
Kehadiran buku ini, dituturkan Lincolin turut menepis pelabelan masyarakat Papua yang dikenal malas. Yusuf Wally sebagai salah satu anak Papua mampu membuktikan bahwa putera Papua juga memiliki pemikiran kuat untuk memajukan daerahnya. "Yusuf Wally membangun desa dengan melihat apa yang menjadi kebutuhan masyarakatnya. Membangun dengan ciri khas potensi lokal," tuturnya.
Lincolin menyebutkan bahwa pembangunan sumber daya manusia merupakan prioritas utama dalam membangun Papua. Pembangunan sumber daya manusia dilakukan melalui pembangunan infrastruktur pendidikan dan kesehatan. "Yang jadi prioritas utama pembangunan di Papua adalah pembangunan SDM-nya, bukan infrastruktur. Pembangunan infrastruktur memang dibutuhkan, namun harus selektif mana yang dibutuhkan oleh masyarakat lokal," terangnya.
Pendampingan menurut Lincolin menjadi kunci penting dalam pelaksanaan pembangunan di tanah Papua. "Kalau tidak ada pendampingan maka uang 1 Miliar itu akanmenguap begitu saja tanpa ada hasilnya," tandasnya.
Pendapat senada dikemukakan Bambang Purwoko, M.A., Ketua tim Pokja Papua UGM, selain pendampingan, untuk mempercepat pembangunan dan kemandirian Papua juga dibutuhkan upaya-upaya yang bersifat spektakular, salaha satunya seperti yang dilakukan oleh Yusuf Wally. Langkah tersebut diperlukan karena pembangunan dengan cara-cara biasa akan sangat sulit membawa Papua yang sejahtera dan mandiri.
Meskipun program yang diluncurkan Yusuf Wally dinilai berhasil, namun dikatakan Bambang program tersebut tidak akan bekerja apabila tidak didukung dengan birokrasi yang baik. Disamping itu, dalam pemberian bantuan hendaknya disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing kampung.
"Sebaiknya program BK3 ini tidak dipukul sama rata. Bantuan dialokasikan sesuai dengan kebutuhan masyarakatnya. Misalnya kampung terpencil diberi lebih banyak dibanding di perkotaan. Begitu juga penduduk lokal diberikan bantuan yang lebih banyak daripada masyarakat transmigran," urainya.
Bambang turut berpesan kedepan Yusuf Wally melakukan sosialisasi atau pra kondisi sebelum dilakukan pengurangan stimulus bantuan. Hal tersebut dilakukan agar masyarakat lebih siap dan benar-benar mandiri setelah program tersebut berakhir.
Sumber: Ika/UGM
- Detail
- Ditulis oleh FEB UGM
- Kategori: Berita
- Dilihat: 2881
Student Service Center (SSC) Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Gadjah Mada kembali menyelenggarakan Alumni Lecture Series (4/10). Kali ini alumni yang pulang ke kampus dan memberikan kuliah umum adalah Chief Executive Officer GS1 Indonesia Thatit Guritno.Tema yang diambil adalah subjek yang populer di ranah manajemen operasi, yakni "Standardization and Supply Chain Management".
Pembahasan topik kali ini berfokus pada penggunaan barcode sebagai sarana integrasi bisnis secara global. Salah satu barcode yang dibicarakan adalah sistem penomoran barcode yang diinisiasi oleh GS1. Telah banyak perusahaan besar yang menggunakan system barcode GS1 ini, antara lain P&G, Coca Cola, Unilever, Walmart, dan Nestle.
Sistem barcode ini digunakan untuk mengidentifikasi jenis, jumlah dan lokasi produk secara otomatis di seluruh dunia. Dengan sistem itu, pengaturan supply chain dalam perusahaan bisa menjadi lebih efisien. "Mungkin (barcode GS1) hanya mengidentifikasi barang dalam (bentuk) penomoran, tapi fungsinya dalam sekali," tuturThatit.
Penggunaan barcode yang berskala global dapat membantu produsen dalam menghitung berapa dan kapan barang harus disalurkan ke retailer sehingga tidak banyak yang terbuang. Akan tetapi, sistem barcode global ini belum banyak digunakan di Indonesia karena alasan economics of scale. Hal tersebut dipaparkan Thatit di depan puluhan mahasiswa FEB UGM yang hadir dalam kuliah umum tersebut.
Ruang Audio Visual FEB UGM yang digunakan seakan tidak cukup untuk menampung antusiasme mahasiswa. Beberapa mahasiswa pun rela menikmati kuliah umum dengan hanya duduk di atas lantai. Tak hanya itu, acara juga disertai dengan diskusi kritis bersama peserta kuliah. Banyak pertanyaan tajam terlontar dari para mahasiswa.
Harits Budi Susilo (Manajemen, 2010) menilai materi kuliah yang disampaikan berhasil memberinya pengetahuan yang lebih dalam mengenai sistem informasi. Hal penting lain yang juga ditemukannya dari acara ini adalah, "Selain teoritis, (jurusan) Manajemen juga perlu tahu tentang hal teknis," ungkap Susilo.
Sumber: Arthur/FEB
- Detail
- Ditulis oleh FEB UGM
- Kategori: Berita
- Dilihat: 3180
Mahasiswa adalah fase yang baru. Fase ini berbeda dari fase-fase sebelumnya, yakni SD, SMP, dan SMA. Pada ketiga fase tersebut, tututan bagi seorang siswa adalah belajar. Sedangkan, mahasiswa memiliki tututan yang lebih besar dari itu. Menjadi mahasiswa berarti menjadi manusia yang kehadirannya bermakna. Hal itu disampaikan oleh Anies Baswedan, Ph.D, salah satu alumni Fakultas Ekonomika dan Bisnis (FEB) Universitas Gadjah Mada (UGM) yang juga merupakan pendiri sekaligus ketua Yayasan Indonesia Mengajar pada acara Sosialisasi dan Inisiasi Mahasiswa Baru Fakultas Ekonomika dan Bisnis (Simfoni) 2013 (5/9 silam.
Anies mengungkapkan cara agar menjadi manusia yang seperti itu, "Anda harus menjadi orang-orang yang intelektualitasnya kuat, atau intellectually strong. Juga, morally strong. Dan memiliki leadership yang kuat." Selain itu, ia mengajak agar mahasiswa dapat aktif pula di luar kelas. Meski demikian, ia mewanti-wanti agar jangan sampai kegiatan akademik menjadi terganggu. Karenanya, keduanya penting untuk berjalan secara beriringan. "GPA will get you the job. But your leadership will get you the bright future," tambahnya.
Ia juga mengingatkan agar selain memenuhi kewajiban belajar di dalam kelas dan aktif di luar kelas, mahasiswa juga harus belajar bahasa internasional. Hal ini dikarenakan akan diberlakukannya Asean Economic Community (AEC) pada 2015 esok yang akan mengakibatkan liberalisasi besar-besaran di kawasan Asean, termasuk di dalamnya liberalisasi tenaga kerja. Menurutnya bahasa internasional amat penting untuk dikuasai di tengah tuntutan tersebut. Bahasa resmi yang dipakai di Asean pun bukan bahasa Melayu, tapi bahasa Inggris. Menurutnya, bahasa internasional akan membuat gagasan yang dimiliki bisa mengganda melampaui batas-batas wilayah Indonesia, sampai ke seluruh dunia.
Oleh karenanya, mahasiswa dituntut untuk memiliki kompetensi. Di masa depan teraihnya suatu posisi penting bukan karena mahasiswa merupakan alumni dari universitas atau fakultas tertentu, bukan pula karena suku tertentu, tapi karena apa yang ditawarkan dan apa prestasi yang dimiliki. Sudahkah hal tersebut dimiliki? Yang pasti, menurut Anies, apa yang dikerjakan sekarang pasti punya referensi dengan pengalaman. Kesempatan untuk melakukan pengembangan diri di FEB begitu besar, maka harus dimanfaatkan. Dalam penutup Anies menyampaikan, "The opportunity is yours ladies and gentleman, manfaatkan peluang itu. Kembangkan diri. Anda punya begitu banyak dosen-dosen hebat di tempat ini. Kemudian, songsong masa depan, bukan untuk meraih mimpi, tapi untuk melampaui mimpi."
Sumber: Nadia/FEB
Halaman 154 dari 194