- Detail
- Ditulis oleh FEB UGM
- Kategori: Berita
- Dilihat: 2506
Turunnya nilai mata uang Rupiah terhadap Dollar menyebabkan respon pasar yang negatif. Pertanyaan akan seberapa jauh dampak penurunan nilai ini bagi perekonomian terus terjadi. Saat ini ketidakpastian terhadap kestabilah nilai Rupiah masih dialami. Menurut Mudarajad Kuncoro, volatilitas Rupiah yang terjadi saat ini dipengaruhi oleh dua faktor, yakni eksternal dan internal. Hal yang membuat nilai Rupiah makin anjlok adalah pembiaran yang dilakukan pemerintah.
Dalam diskusi interaktif bertajuk Volatilitas Rupiah: Penyebab dan Dampaknya bagi Perekonomian Nasional pada (12/09) silam, pada awal acara lima puluh persen peserta yang hadir menyatakan kepesimisannya terhadap mata uang negara Indonesia tersebut. Sedangkan sisanya menyatakan bahwa siklus turunnya nilai mata uang ini hanyalah sementara. Mereka optimis terhadap perkembangan perekonomian nasional.
Salah satu pihak yang merasa pesimis adalah Dwi Suyono, seorang jurnalis. Ia menyatakan bahwa saat ini Rupiah sudah berada di jurang kehancuran karena ia terlalu bergantung terhadap nilai Dollar. “Saat ini Indonesia kembali dijajah, tapi oleh perusahaan-perusahaan,” katanya. Sementara itu, perwakilan dari pengusaha pun menyatakan hal yang serupa. Pengusaha amat dirugikan dengan pergolakan nilai Rupiah yang terjadi ini. Segala transaksi akan lebih mudah dilakukan menggunakan Dollar. Mereka merasa akan lebih baik bila Indonesia menggunakan Dollar dalam bertransaksi.
Namun, masih ada pula beberapa pihak yang menyatakan bahwa apa yang tengah dialami Rupiah kali ini hanya sebatas siklus. Sehingga hal ini belum dapat diartikan sebagai krisis. Mereka juga optimis bahwa Bank Indonesia (BI) dan pemerintah melalui kebijakan moneter dan fiskal yang dikeluarkan akan mampu memperbaiki keadaan. Meskipun, hal ini masih akan dilihat dalam jangka panjang. Menurut Edhie Purnawan, optimism itu perlu dibangun.
Berkenaan dengan dekatnya tahun ini dengan tahun pemilu, terdapat pula beberapa pihak yang mempertanyakan apakah keadaan ini salah satunya juga dipicu oleh politik. Namun, pihak KPU sendiri meyakinkan bahwa gejolak pemilu tidak akan menimbulkan banyak efek terhadap hal ini. Meskipun, ada pihak yang menyangsingkan hubungan antara demokrasi dengan kemakmuran.
Pada akhir acara diketahui bahwa pemikiran peserta diskusi berubah. Pihak yang merasa optimis terhadap masa depan Rupiah dan perekonomian meningkat menjadi lebih dari tujuh puluh persen. Kesimpulan yang dapat diambil dari diskusi ini adalah bahwa gejolak yang saat ini dialami belum pada kondisi kiris. Hal yang makin memperburuk nilai Rupiah terhadap Dollar adalah karena lemahnya daya saing produk impor. Sehingga fundamental perekonomian harus diperbaiki.
Sumber: Nia/FEB
- Detail
- Ditulis oleh FEB UGM
- Kategori: Berita
- Dilihat: 4669
Mantan Wakil Presiden RI Jusuf Kalla, Rektor Paramadina sekaligus alumnus UGM, Dr. Anies Baswedan, dan Dirut PT Kereta Api Indonesia Ignatius Jonan, berbagi pengalaman mereka saat menjadi pemimpin di hadapan ratusan mahasiswa UGM Rabu sore (17/9).
Dalam seminar yang bertajuk ‘Menggagas Kepemimpinan Indonesia Masa Depan’ di auditorium MM UGM, Ignasius Jonan menceritakan pengalamannya dalam membenahi manajemen BUMN Kereta Api. Menurut alumnus Akuntansi Universitas Airlangga ini, tantangan terbesar dalam mengelola transportasi kereta api saat ia menjabat empat tahun lalu adalah mengubah budaya kerja yang sebelumnya product oriented menjadi customer oriented. “Sekarang penumpang berdiri sudah tidak ada. Semua ini saya lakukan untuk memenuhi aspirasi pelanggan. Dulu kalo pakai ‘seragam’ nggak bayar. Sekarang siapapun bayar,” katanya.
Dari kebijakan yang diambilnya tersebut, kata Ignasius, jumlah penumpang dan komoditi barang yang dibawa oleh transportasi kereta api meningkat dari tahun ke tahun. “Kini, satu hari kereta api melaksanakan 1.600 perjalanan. Delapan bulan, Maret hingga Agustus ini, KAI telah mengangkut lebih 160 juta penumpang dan 18 juta ton barang,” katanya.
Dalam memimpin, Ignasius selalu berprinsip seorang pemimpin harus selesai dengan dirinya sendiri. Artinya, pemimpin sudah tidak lagi memikirkan perkara kesejahteraan pribadinya dan keluarga, "Kalo tidak, maka ada campur aduk kebutuhan dirinya sendiri dengan pekerjaan," ujarnya.
Prinsip tersebut ia terapkan kepada karyawan kereta api dengan meningkatkan kesejahteraan mereka tanpa meminta anggaran dari pemerintah namun dari hasil usaha kegiatan bisnis KAI. "Saya menaikkan kesejahteraan dengan cara mencari sendiri. Menempatkan keseimbangan tugas pokok kami di KAI dengan kebutuhan pegawai dengan cara realistis. Kalo orang penghasilannya kurang, menjaga agar tidak korupsi itu paling sulit," tuturnya.
Lain halnya dengan Jusuf Kalla yang memandang seorang pemimpin harus mampu mempengaruhi dan mengajak orang lain untuk menggapai tujuan bersama. Dia menceritakan pengalamannya saat mengambil kebijakan konversi minyak tanah ke bahan bakar gas. Banyak yang mengagap kebijakan yang diambilnya sulit terealisasi bahkan sudah mendapat penolakan dari sebagian masyarakat. Menurut JK, demikian ia akrab disapa, ia tetap nekad mengambil kebijakan tersebut dengan pertimbangan mengurangi subsidi minyak tanah yang selalu ‘membengkak’ setiap tahunnya. "Saya minta dana Rp 15 triliun ke menteri keuangan untuk program ini. Dianggap dana itu terlampau besar. Saya kira wajar kalo menteri keuangan pelit. Kalau nggak pelit tidak akan jadi menteri keuangan," kata JK sambil tertawa.
Pengalaman yang sama ia lakukan saat melakukan upaya damai antara RI dan GAM di Aceh. Saat itu ia meminta anggaran sebesar Rp 2 triliun. Alasan JK kepada menteri keuangan, "Dana Rp 2 triliun cukup dipakai selama satu kali saja daripada mengalokasikan anggaran operasi militer yang mencapai RP 1,5 triliun per tahun," katanya.
Menurut JK, menjadi pemimpin harus mampu meyakinkan semua orang dan tetap percaya diri. Lebih dari itu, seorang pemimpin harus mengambil inisiatif lebih dulu ketimbang orang lain. "Menjadi follower itu tidak akan sukses, tapi sukses bagi mereka yang punya inisiatif. Ibarat pemimpin yang mau blusukan itu identik dengan Jokowi maka kalo ada pemimpin yang mau ikutan blusukan dianggap pengekor Jokowi," tandasnya.
Sementara Anies Baswedan, menceritakan pengalamannya dalam menggagas Indonesia Mengajar yang terinspirasi dari program Pengerahan Tenaga Mahasiswa (PTM) yang dipelopori oleh Prof. Dr. Koesnadi Hardjasoemantri diawal tahun 1950-an. Menurut Anies, program Indonesia Mengajar lebih dititikberatkan pada gerakan bukan pada pengembangan program. "Karena Indonesia ini didirikan dengan spirit movement bukan program," katanya.
Ide untuk menggulirkan Gerakan Indonesia mengajar menurut Anies dilatarbelakangi oleh kondisi Indonesia yang masih kekurangan guru sebanyak 66% terutama untuk daerah pelosok terpencil. Ditambah jarang sekali anak muda terbaik bangsa yang mau berkiprah menjadi guru. "Apalagi menjadi guru SD," ungkapnya.
Meski hanya menjadi pengajar selama setahun, kata Anies, anak-anak muda ini diajak untuk memberikan inspirasi dan memotivasi kemajuan bagi orang lain. "Untuk melakukan sesuatu tidak harus menunggu jadi pemimpin atau jadi pejabat. Anda yang baru lulus pun punya makna, punya bagian mendorong kemajuan bangsa," katanya.
Sumber: Gusti/UGM
- Detail
- Ditulis oleh FEB UGM
- Kategori: Berita
- Dilihat: 2732
Tiap tahunnya, Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Gadjah Mada (FEB UGM) tidak pernah absen menjadi tempat tujuan bagi mahasiswa asing untuk menjalani program pertukaran mahasiswa (student exchange). Bahkan, ada beberapa pula yang datang ke FEB UGM untuk mendapatkan dua gelar (double degree). Gelombang kedatangan mahasiswa asing tersebut semakin menanjak dari tahun ke tahun. Pada tahun ajaran yang baru ini, FEB kedatangan kurang lebih tujuh puluh mahasiswa asing, jumlah terbanyak sejauh ini.
Mahasiswa-mahasiswa tersebut datang dari berbagai negara maju, seperti Belanda, Jerman, Perancis, Swedia, Norwegia, Kanada, Korea Selatan, dan Hongkong. B.M. Purwanto, MBA., Ph.D. selaku Wakil Dekan bidang Akademik dan Kemahasiswaan dalam sambutannya pada Student Orientation (3/9/13) menuturkan salah satu alasan mengapa Asia menjadi tempat yang direkomendasikan sebagai tujuan pertukaran, "Because market right now is shifting to Asia. Asia provides growing market, growing economy, growing middle class income. Your Government encourages to visit Asia. (Karena saat ini pasar sedang bergeser ke Asia. Di Asia terdapat pasar yang sedang tumbuh, ekonomi yang tumbuh, kelas menengah yang tumbuh. Pemerintah menyarankan kalian untuk mengunjungi Asia-red)." B.M. Purwanto juga menambahkan bahwa hal itu ditujukan untuk "meng-exploit" Asia yang diikuti gelak tawa dari para peserta.
Dalam kesempatan itu, ia memperkenalkan jajaran dekanat FEB UGM juga jajaran ketua dan sekretaris jurusan yang hadir. Selain itu, B. M. Purwanto juga menjelaskan sedikit terkait kultur dan budaya yang ada di Indonesia, khususnya Yogyakarta. Ia memberitahu peserta bahwa sebagai negara berpenduduk mayoritas pemeluk agama Islam, nilai-nilai umat Islam akan amat kental di sini. Salah satu contohnya adalah azan. Namun, ia juga meyakinkan mereka bahwa toleransi juga amat tinggi. Sehingga kehidupan bermasyarakat antar pemeluk agama tetap terjalin dengan baik.
Dr. Rangga Almahendra, S.T., M.M, manajer Office of International Affairs (OIA), juga menjelaskan hal yang hampir serupa. Rangga menjelaskan tentang pembagian waktu di Indonesia, flora dan fauna khas negara Indonesia seperti orangutan dan Rafflesia Arnoldi, juga struktur geografis wilayah Indonesia, seperti gunung berapi, wilayah tepi pantai, dan lain sebagainya. Sebagai manajer OIA, Rangga juga meminta kepada setiap mahasiswa asing untuk menghubunginya secara langsung jika mengalami kesulitan atau masalah.
Pengenalan kampus beserta wilayah baru yang akan didiami oleh para mahasiswa selama beberapa bulan ke depan diharapkan dapat membuat mereka merasa lebih dekat dengan tempat baru ini. Seperti yang dituturkan B.M. Purwanto, ia mengharapkan agar para mahasiswa dapat merasa nyaman dan melakukan yang terbaik, dengan melakukan eksplorasi.
Sumber: Nadia/FEB
- Detail
- Ditulis oleh FEB UGM
- Kategori: Berita
- Dilihat: 3457
Ketua Otoritas Jasa Keuangan (OJK) RI, Muliaman D. Hadad, Ph.D, mengatakan pelemahan nilai tukar rupiah yang melanda Indonesia dua bulan terakhir ini bukanlah pertanda Indonesia menghadapi krisis ekonomi yang cukup parah. Meski dampak yang ditimbulkan juga tidak kecil, namun krisis tersebut mengingatkan pengambil kebijakan ekonomi agar selalu mempersiapkan diri dalam menghadapi dinamika kondisi ekonomi global. "Pukulan (krisis ekonomi) hari ini membuat kita eling. Kerentanan itu selalu ada dan kita harus selalu mempersiapkan diri sebaik-baiknya," kata Muliaman Hadad dalam kuliah umum yang di sampaikan di gedung auditorium BRI Gedung MSi FEB UGM, Kamis (12/9).
Menurut Muliaman, dinamika krisis ekonomi global memiliki dampak kepada semua negara. "Di Indonesia, magnitude cukup besar karena adanya defisit neraca pembayaran ekspor impor," katanya.
Meski pemerintah telah mengeluarkan paket kebijakan ekonomi dalam mengatasi krisis tersebut, imbuhnya, dibutuhkan implementasi yang baik di lapangan agar direspon positif oleh pasar. Namun begitu, pengalaman menghadapi goncangan krisis ekonomi 1998 dan 2008 lalu, banyak pelaku ekonomi terutama dari kalangan industri jasa keuangan mampu menghadapi krisis tersebut dengan baik. "Saya berharap industri keuangan kita masih bisa bekerja. Ibarat naik pesawat kita sedang kena turbulensi, sehingga perlu pakai sabuk pengaman," katanya.
Kondisi dunia perbankan dan industri jasa keuangan ini menurutnya masih cukup baik terutama dalam likuiditas dan permodalan. "Masih jalan cukup baik. Kalo pun ada potensi shock akan direson segera karena terus dipantau oleh OJK," katanya.
Muliaman Hadad juga sempat menyinggung tugas OJK yang bertugas mengawasi dan mengedukasi kegiatan industri jasa keuangan. Hingga saat ini OJK menerima ribuan pengaduan yang diterima dari masyarakat. "Umumnya aduan terkait klaim asuransi yang tidak dibayar atau dicurangi oleh agen asuransinya," katanya.
Ia pun mengingatkan agar masyarakat tidak tertipu oleh iklan investasi bodong dari perusahaan yang tidak jelas yang menggunakan figur nasional dan lokal untuk mengelabui masyarakat agar mempercaya bisnis yang mereka jalankan dapat dipercaya. "Padahal itu penipuan. Ini perlu dingatkan agar masyarakat tidak terjebak," katanya.
Selain memberikan kuliah umum, Muliaman Hadad juga secara simbolis memberikan beasiswa kepada tiga orang perwakilan mahasiswa baru UGM yang memenangkan quis online OJK yang diikuti 3.112 mahasiswa baru selama pelaksanaan PPSMB pada 29 Agustus hingga 10 Sepetember lalu. Beasiswa sebesar Rp 100 juta ini diberikan kepada 40 mahasiswa yang dianggap pemenang dalam menjawab pertanyaan seputar tugas OJK secara online.
Sumber: Gusti/UGM
- Detail
- Ditulis oleh FEB UGM
- Kategori: Berita
- Dilihat: 3089
Program Studi Sarjana Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Gadjah Mada berhasil meraih ranking terbaik pertama menurut hasil survei tahun 2013 yang dilakukan oleh Majalah Mix Kelompok Media SWA pada seluruh perguruan tinggi negeri dengan akreditasi BAN nilai A. Survei yang diselenggarakan di daerah Jabodetabek ini , mengevaluasi kinerja prodi sarjana berdasarkan 2 faktor yakni (1) penilaian orangtua beserta siswa prodi bersangkutan dan (2) penilaian perusahaan atau institusi pengguna lulusan.
Prodi Sarjana Jurusan Manajemen FEB-UGM meraih skor total tertinggi yakni 8,44 yang merupakan nilai rata-rata dari skor penilaian siswa dan orangtua sebesar 8,83 dan skor penilaian perusahaan atau institusi pengguna lulusan sebesar 8,04. Menyusul di peringkat kedua dan ketiga adalah Universitas Indonesia (Skor Total 8,23) kemudian Institut Teknologi Bandung (Skor Total 8,07). Prestasi yang membanggakan ini adalah sebuah penghargaan istimewa khususnya untuk Para Dosen Jurusan Manajemen FEB-UGM yang selama ini telah bekerja keras dalam mendidik, mengajar dan membimbing para mahasiswa. Keberhasilan ini juga tidak lepas dari dukungan Dekanat FEB-UGM kepada Jurusan, dan mutu layanan dari Kantor Akademik, Kantor Internasional, Kantor Hubungan Mahasiswa, Unit Perpustakaan dan Unit Sistem Informasi FEB-UGM kepada para mahasiswa.
Unduh: sertifikat
Sumber: Sahid S. Nugroho/Kajur Manajemen FEB UGM
- Detail
- Ditulis oleh FEB UGM
- Kategori: Berita
- Dilihat: 6898
Badan Usaha Milik Masyarakat (BUMM) cukup prospek untuk dikembangkan. BUMM merupakan badan usaha yang merupakan hybrid antara lembaga bisnis dan pemberdayaan masyarakat (UMKM). Meskipun sebagai lembaga bisnis yang profesional, tetapi kegiatan BUMM lebih mengutamakan pada pemberdayaan masyarakat.
"Prinsipnya disini adalah pengembangan ekonomi yang berbasis moral," papar praktisi pemberdayaan BUMM, Prof.Dr.Ir.Totok Mardikanto, MS pada seminar bulanan yang diselenggarakan oleh Dashboard Ekonomika Kerakyatan (DEK) Fakultas Ekonomika dan Bisnis UGM, Selasa (3/9) di R. Audivisual FEB UGM.
Totok menambahkan tujuan BUMM, yaitu untuk membantu bisnis masyarakat agar mampu mandiri melalui pemberdayaan koperasi dan UMKM. Pendirian BUMM, kata Totok, tidak memerlukan modal yang besar dan bisa dilakukan oleh individu pelaku UMKM.
"Sebagai mitra bisnis sekaligus mitra pemberdayaan, pendirian BUMM tidak perlu modal besar," katanya.
Menurut Totok pengembangan BUMM akan efektif jika tetap melibatkan pihak akademisi, bisnis dan pemerintah. BUMM juga akan efektif jika badan hukumnya sebagai perseroan terbatas dan bukanlah koperasi dengan dewan melibatkan dewan komisaris independen.
"Kalau bentuknya koperasi tidak begitu efektif karena misalnya untuk pengambilan keputusan rendah dibandingkan jika bentuknya PT," kata profesor pertanian dari UNS itu.
Sementara itu Koordinator Dashboard Ekonomika Kerakyatan (DEK) FEB UGM, Prof. Dr. Gunawan Sumodiningrat, M.Ec menegaskan kembali pentingnya pengembangan pangan dan energi yang selama ini menjadi fokus diskusi. Gunawan juga menyinggung tujuan konsep ekonomi kerakyatan melalui DEK FEB UGM yang diwujudkan dalam bentuk seminar, workshop maupun pelatihan.
Sumber: Humas/Satria
Halaman 155 dari 194