• Tentang UGM
  • SIMASTER
  • SINTESIS
  • Informasi Publik
  • SDGs
  • Bahasa Indonesia
    • Bahasa Indonesia
    • English
Universitas Gadjah Mada Universitas Gadjah Mada
Fakultas Ekonomika dan Bisnis
  •  Tentang Kami
    • Sekilas Pandang
    • Sejarah Pendirian
    • Misi dan Visi
    • Nilai-Nilai
    • Pimpinan Fakultas
    • Pimpinan Senat
    • Pimpinan Departemen
    • Pimpinan Program Studi
    • Pimpinan Unit
    • Dewan Penasihat Fakultas
    • Laporan Tahunan
    • Fasilitas Kampus
    • Identitas Visual
    • Ruang Berita
    • Dies Natalis ke-70
  • Program Akademik
    • Program Sarjana
    • Program Magister
    • Program Doktor
    • Program Profesi
    • Program Akademik Singkat
    • Program Profesional & Sertifikasi
    • Program Sarjana Internasional (IUP)
    • International Doctorate in Business (IDB)
    • Kalender Akademik
    • Ruang dan Kegiatan
  • Fakultas & Riset
    • Keanggotaan Fakultas
    • Akreditasi Fakultas
    • Jaringan Internasional
    • Dosen
    • Profesor Tamu dan Rekan Peneliti
    • Staf Profesional
    • Publikasi
    • Jurnal Yang Diterbitkan
    • Kertas Kerja
    • Bidang Kajian
    • Unit Pendukung
    • Kemitraan Konferensi Internasional
    • Call for Papers
    • Pengabdian Kepada Masyarakat
    • Perpustakaan
  • Pendaftaran
  • Home
  • Berita

Perlunya Mengubah Mindset Pengelolaan Sampah ke Ekonomi Sirkular

  • Berita
  • 21 Maret 2024, 16.52
  • Oleh : Admin
Ekonomi Sirkular

Sampah hingga saat ini masih menjadi persoalan serius bagi masyarakat dunia, termasuk Indonesia. Gagasan tentang ekonomi sirkular pun digaungkan oleh pemerintah sebagai salah satu solusi untuk mengurai permasalahan sampah ini. Dosen Fakultas Ekonomika dan Bisnis (FEB) UGM sekaligus pakar ekonomi sirkular, Luluk Lusiantoro, S.E., M.Sc., Ph.D., menekankan pentingnya mengubah cara pandang atau mindset semua pihak dalam mengelola sampah baik oleh masyarakat sebagai konsumen maupun pelaku bisnis atau perusahaan sebagai produsen. Menurutnya, dalam memahami persoalan sampah ini tidak hanya sekedar tentang pengelolaan sampah saja namun sistem secara keseluruhan.

“Jadi ketika berbicara soal sampah ini perlu dilihat dari perspektif sistem. Tidak hanya tentang sampah di jalanan maupun TPA, tetapi bagaimana pengelolaan dan output-nya jika sudah dikelola tidak menyisakan sampah lagi,” jelasnya, Kamis (21/3) di Kampus FEB UGM. Luluk mengatakan bahwa ekonomi sirkular mengandung arti sampah yang dihasilkan dari konsumsi kembali lagi ke produksi sehingga tidak ada sampah yang dihasilkan. Ekonomi sirkular bisa dimulai melalui cara sederhana seperti memilah sampah 3R (reduce, reuse, recyle) dari sumbernya baik sampah yang dihasilkan dalam level rumah tangga, maupun fasilitas publik sebagai konsumen hingga perusahaan selaku produsen.

“Kalau mau dikelola dengan baik, harus memilah sampah dari sumbernya, itu basic-nya,” tuturnya. Hanya saja, perilaku untuk melakukan pemilahan sampah ini masih menjadi persoalan. Ia mencontohkan, tidak sedikit rumah tangga yang belum sadar melakukan pemilahan sampah. Kondisi tersebut terjadi karena tidak adanya sistem insentif bagi pelaku yang berhasil memilah sampah. Demikian halnya dengan perusahaan atau industri maupun berbagai tempat fasilitas publik masih banyak yang belum melakukan pemilahan sampah dan hanya menyerahkan pada rekanan untuk pengolahan sampah.

Oleh sebab itu Luluk memandang selain menggalakkan edukasi soal pemilahan sampah, perlu adanya pemberian insentif untuk mendorong perubahan perilaku memilah sampah baik pada tataran rumah tangga maupun industri. Kedepan diharapkan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) bukan lagi menjadi pilihan bagi masyarakat. Salah satu praktik baik pemberian insentif bagi individu atau rumah tangga yang melakukan pemilahan sampah sudah dilakukan di Desa Panggungharjo, Sewon, Bantul, DIY.

“Rumah tangga yang memilah sampah akan diberikan insentif oleh pengelola sampah. Sampah yang memiliki nilai jual akan dihitung dan nanti diberikan insentif. Hasilnya bisa untuk memotong pembayaran iuran sampah, sedangkan yang tidak mau memilah sampah dalam kondisi maka pembayaran iuran sampahnya otomatis akan lebih mahal,” paparnya. Luluk menyebutkan edukasi pada petugas pengumpul sampah juga perlu dilakukan. Sebab, hingga saat ini masih banyak yang menerapkan praktik mencampur kembali sampah yang telah dipilah dari sumber saat berada dalam mobil pengangkut sampah. Hal ini menjadikan timbulnya proses pemilahan kembali di TPS 3R.

“Alurnya jika dari perspektif ekonomi sirkular atau rantai pasokan, dari segi sistim tidak hanya pengelolaan sampah. Namun bagaimana sampah produk sebuah bisnis maka produk yang dihasilkan menjadi tanggung jawab bukan hanya konsumen saja, tetapi juga perusahaan yang memproduksi. Produsen bertanggung jawab atas sampah yang dihasilkan bahkan setelah dikonsumsi oleh konsumen kembali lagi ke sistem produksi,” urai dosen Departemen Manajemen FEB UGM ini.

Luluk memaparkan langkah-langlah tersebut tentunya bukanlah hal yang mudah. Dalam pandangannya perlu dikembangkan infrastruktur yang baik untuk menangani produk sampah agar dapat berjalan secara efisien. Ia mencontohkan ekonomi sirkular bisa dilakukan dengan menciptakan produk dari sampah untuk selanjutnya digunakan kembali. Contoh lain dengan mempraktekkan konsep mindful consumption yakni berpikir secara sadar atas konsekuensi konsumsi yang dilakukan. Mempraktekkan konsep ini dengan melihat urgensi sebuah produk, apakah merupakan kebutuhan atau sekedar keinginan. Meskipun menjadi hal yang tidak mudah, masyarakat seyogyanya dapat menerapkan konsep mindful consumption. Pasalnya, saat konsumsi berlebihan akan menghabiskan sumber daya yang berimbas pada semakin menipisnya ketersediaan sumber daya alam yang ada.

“Harus ada kesadaran dari konsumen sehingga konsumsinya dapat dibatasi yang dibutuhkan saja,” imbuh pria yang menginisiasi platform pendidikan ekonomi sirkular ekonomisirkular.id ini. Hanya saja ketika konsumen sudah mengimplementasikan mindful consumption akan berdampak pada perekonomian yang lebih luas. Oleh sebab itu, model bisnis yang dijalankan oleh perusahaan juga bisa menyesuaikan. Dari segi bisnis, pelaku usaha atau produsen diharapkan dapat mengubah model bisnis yang dilakukan. Misalnya, model bisnis yang dijalankan dengan prinsip kepemilikan diubah menjadi persewaan. Sebagai contoh alat-alat pertukangan dalam rumah tangga yang hanya digunakan sesekali dan lebih banyak disimpan, ujungnya hanya akan menghasilkan sampah. Sementara dengan model bisnis persewaan maka kepemilikan produk akan melekat di perusahaan sehingga saat masa sewa habis akan kembali ke perusahaan untuk bisa disewakan atau bahkan di daur ulang. Perusahaan diharapkan bisa mengambil peluang dari paradigma ekonomi sirkular ini.

Luluk menambahkan pemerintah maupun LSM juga memiliki peran krusial untuk mendukung penerapan ekonomi sirkular di tanah air. Menurutnya, saat ini perlu ada desain kebijakan atau regulasi untuk mendorong praktik ini dilakukan di masyarakat. Sebab, saat ini di Indonesia belum ada kebijakan yang mengikat, baru sebatas himbauan terkait penerapan ekonomi sirkular sebagai upaya mengatasi persoalan sampah. “Desain untuk ini harus ada. Misal pemerintah mewajibkan dalam menjalankan bisnis perlu ada standar pengelolaan sampah yang baik disertai dengan pelaporan yang berkelanjutan. Penerapan ekonomi sirkular ini bisa dimulai dari perusahaan berskala besar,” ujarnya.

Lebih lanjut Luluk mengatakan bahwa desain yang dikembangkan harus masif. Pemerintah perlu melakukan edukasi terkait ekonomi sirkular di masyarakat. Hal tersebut bisa dilakukan sejak dini mulai level pendidikan SD, misalnya dengan mengembangkan satu pelajaran khusus tentang ekonomi sirkular untuk memengaruhi cara berpikir masyarakat secara luas. “Harus mulai berubah perilaku konsumsinya sehingga akan lebih cepat mengubah sistem ekonomi yang lebih sirkular,” pungkasnya.

Reportase: Kurnia Ekaptiningrum 

SDGs 3 SDGs 4 SDGs 7 SDGs 8 SDGs 9 SDGs 12 SDGs 13 SDGs 15 

Views: 860
Tags: SDG 12: Konsumsi Dan Produksi Yang Bertanggung Jawab SDG 13: Penanganan Perubahan Iklim SDG 15: Ekosistem Daratan SDG 3: Kehidupan Sehat Dan Sejahtera SDG 4: Pendidikan Berkualitas SDG 7: Energi Bersih Dan Terjangkau SDG 8: Pekerjaan Layak Dan Pertumbuhan Ekonomi SDG 9: Industri Inovasi Dan Infrastruktur

Related Posts

Primastuti Indah Suryani

Optimasi Media Sosial Tingkatkan Visibilitas UMKM

Berita Jumat, 25 Juli 2025

Membangun merek dan menjangkau konsumen kini tidak lagi mengandalkan promosi konvensional. Media sosial saat ini telah menjadi kanal utama dalam membentuk citra usaha. Melalui pelatihan bertema “Optimasi Sosial Media dengan Pembuatan Konten”, FEB UGM mendorong pelaku UMKM melakukan optimasi media sosial untuk dengan pengembanagn strategi konten yang efektif sebagai upaya untuk meningkatkan visibilitas UMKM.

Pelatihan yang diselenggarakan oleh Bidang Kajian Kewirausahaan, Inovasi, dan UMKM pada 17 Juli 2025 di FEB UGM ini menghadirkan Primastuti Indah Suryani, M.Si., M.M., selaku content creator dan digital marketing trainer.

Field Trip GSW 2025

GSW 2025 Ajak Mahasiswa Asing Belajar Dunia Industri dan Seni di Yogyakarta

Berita Jumat, 25 Juli 2025

Suara denting logam menggema di sebuah workshop kerajinan perak di Kotagede, Yogyakarta. Di atas landasan besi, lempengan perak ditempa perlahan oleh tangan-tangan terampil. Sementara di sudut lain asap patri mengepul halus, berpadu dengan aroma logam panas yang menguar di udara.

Pemandangan ini menjadi pengalaman berkesan bagi Ali Matough Ali Essa, mahasiswa University of Glasgow, Inggris.

Andar Danova L Goeltom

Green Jobs dan Kurikulum Hijau, Kunci Masa Depan Pariwisata Indonesia

Berita Kamis, 24 Juli 2025

Perubahan besar tengah terjadi di industri pariwisata global. Wisatawan saat ini, terutama generasi muda dan wisatawan internasional, semakin peduli terhadap dampak lingkungan dari aktivitas perjalanan mereka.

Qisha Quarina

Tingkat Pengangguran Menurun, Dosen FEB UGM Sebut Pekerjaan Layak Masih Jadi PR

Berita Kamis, 24 Juli 2025

Di tengah meningkatnya gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) di berbagai sektor industri, data statistik ketenagakerjaan nasional justru menunjukkan tren positif dengan  tingkat pengangguran terbuka (TPT) mengalami penurunan.

Berita Terkini

  • Optimasi Media Sosial Tingkatkan Visibilitas UMKM
    Juli 25, 2025
  • GSW 2025 Ajak Mahasiswa Asing Belajar Dunia Industri dan Seni di Yogyakarta
    Juli 25, 2025
  • Green Jobs dan Kurikulum Hijau, Kunci Masa Depan Pariwisata Indonesia
    Juli 24, 2025
  • Tingkat Pengangguran Menurun, Dosen FEB UGM Sebut Pekerjaan Layak Masih Jadi PR
    Juli 24, 2025
  • FEB UGM Terima Kunjungan FEB Unesa dan FEB UMP
    Juli 24, 2025

Artikel Terkait

  • Optimasi Media Sosial Tingkatkan Visibilitas UMKM
    Juli 25, 2025
  • GSW 2025 Ajak Mahasiswa Asing Belajar Dunia Industri dan Seni di Yogyakarta
    Juli 25, 2025
  • Green Jobs dan Kurikulum Hijau, Kunci Masa Depan Pariwisata Indonesia
    Juli 24, 2025
  • Tingkat Pengangguran Menurun, Dosen FEB UGM Sebut Pekerjaan Layak Masih Jadi PR
    Juli 24, 2025
  • FEB UGM Terima Kunjungan FEB Unesa dan FEB UMP
    Juli 24, 2025
Universitas Gadjah Mada

Universitas Gadjah Mada
Fakultas Ekonomika dan Bisnis

Jln. Sosio Humaniora No.1, Bulaksumur, Yogyakarta, Indonesia 55281

Peta & Arah
Informasi Kontak Selengkapnya

Departemen

  • Akuntansi
  • Ilmu Ekonomi
  • Manajemen

Direktori Fakultas

  • Informasi Publik
  • Manajemen Ruang
  • Manajemen Aset
  • Manajemen Makam

Alumni

  • Komunitas Alumni
  • Layanan Alumni
  • Pelacakan Studi
  • Pekerjaan & Magang
  • Beasiswa

Social Media

© 2025 Fakultas Ekonomika dan Bisnis UGM

Kebijakan PrivasiPeta Situs

💬 Butuh bantuan?
1
FEB UGM Official WhatsApp
Halo 👋
Bisakah kami membantu Anda?
Buka percakapan