Perjuangan Awane, Wisudawan FEB UGM Membawa Misi Besar untuk Papua
- Detail
- Ditulis oleh Shofi
- Kategori: Berita
- Dilihat: 32
Awane Theovilla Yogi, wisudawan Ilmu Ekonomi Fakultas Ekonomika dan Bisnis UGM 2024, bukan hanya sekadar mahasiswa biasa. Gadis asal Papua ini telah menempuh perjalanan panjang yang penuh tantangan untuk mencapai mimpi besarnya. Kini, ia siap kembali ke kampung halamannya dengan satu misi membawa perubahan bagi tanah Papua.
Pendidikan Sebagai Jalan Perubahan
Gadis asal Awabutu, Kecamatan Paniai, Provinsi Papua Tengah ini merupakan salah satu mahasiswa FEB yang berhasil lulus dalam wisuda UGM yang berlangsung Kamis (21/11/2024). Awane telah membuktikan bahwa dengan tekad kuat, ia berhasil meraih pendidikan hingga bangku perguruan tinggi ternama di Indonesia. Keinginan meraih pendidikan terbaik sudah ada sejak ia masih kecil. Impian itu lantas diwujudkan dengan memilih sekolah jenjang pendidikan dasar dan menengah di Pulau Jawa, tepatnya di Bandung.
Selepas lulus SMP, ia menerima beasiswa ADEM (Afirmasi Pendidikan Menengah) yang membawanya dari Jayapura ke Pekalongan tepatnya di SMA Negeri 1 Bojong. Begitu pula ketika lulus SMA, ia juga menerima beasiswa ADiK (Afirmasi Pendidikan Tinggi). Perjalanan ini tidak hanya membuka akses pendidikan berkualitas, tetapi juga membentuk mentalitasnya untuk siap merantau dan menghadapi dunia yang lebih luas.
Kesempatan tersebut memberikannya pengalaman berharga dalam mengakses pendidikan berkualitas dan menciptakan masa depan lebih baik. Sebagai penerima beasiswa ADEM dan ADiK, Awane tidak menyia-nyiakan kesempatan yang diperoleh. Ia pun memanfaatkan kesempatan itu dengan sebaik-baiknya dan berharap dengan ilmu yang didapat bisa digunakan untuk membangun kampung halamannya.
Lika-liku Perjuangan di Bangku Kuliah
Putri dari Jonas Yogi dan Theresia Gobai ini mengungkapkan awal menjalani masa perkuliahan bukanlah menjadi hal mudah. Ia bahkan sempat merasa stres. Sebab, sistem pendidikan di perguruan tinggi sangat berbeda dengan jenjang pendidikan menengah. Perasaan kian tidak karuan mengetahui teman-teman sekelasnya mayoritas merupakan anak-anak berprestasi seperti juara olimpiade.
“Awalnya ragu, apakah saya bisa bertahan atau tidak? Melihat latar belakang teman-teman membuat saya kaget dan langsung kena mental, jadi sempat merasa minder,” ungkapnya.
Namun ia merasa beruntung karena apa yang dibayangkan tidak seperti kenyataan. Teman-teman kampusnya ternyata sangat membantu dan suportif.
“Jika ada pembelajaran yang dirasa kurang paham, saya dapat bertanya ke mereka bahkan dipersilakan untuk fotokopi materi. Jadi, saya tidak merasa sendiri atau ketinggalan,” jelasnya mahasiswa angkatan 2017 ini.
Namun perjalanan kuliahnya sempat terhenti akibat gejolak rasisme terhadap mahasiswa Papua yang meluas di berbagai wilayah pada tahun 2019. Di tahun keduanya menjalani kuliah, ia pun terpaksa kembali ke kampung halaman dan mengambil cuti.
“Waktu itu saya sempat berpikir untuk pindah kampus. Namun, setelah dipikir-pikir, pengorbanan untuk sampai pada titik ini saja rasanya berat dan menguras banyak tenaga. Dengan dukungan keluarga dan teman-teman, akhirnya saya bisa bertahan,” ungkapnya.
Tantangan lainnya yang dihadapinya saat kuliah di FEB adalah mengalami kesulitan saat mengambil mata kuliah Ekonometrika hingga harus mengulang dua kali. Namun ia terbantu dengan fasilitasi dari FEB melalui dukungan pendampingan oleh tutor dari mahasiswa senior untuk memberinya tambahan pelajaran.
Ia pun mengaku membutuhkan penyesuaian saat menjalani studi di FEB UGM. Meskipun awalnya ia cenderung santai, lingkungan akademis FEB UGM mempengaruhinya untuk mengetahui metode belajar yang cocok dan mempersiapkan diri terutama menjelang ujian. “Butuh waktu sampai semester ketiga untuk merasa nyaman dan terbiasa. Tapi dari pengalaman itu, aku jadi tahu bagaimana memaksimalkan potensi di lingkungan kampus,” jelasnya.
Misi Besar bagi Awabutu
Awabutu, kampung halaman Awane, adalah wilayah yang kaya potensi namun belum dikelola secara optimal. Dengan pendidikan yang diraih, Awane bermimpi menjadikan daerahnya sebagai destinasi unggulan sekaligus meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya.
"Awabutu itu seperti Dieng, dengan tanah yang subur dan danau yang indah. Kalau dikelola dengan baik, bisa menjadi destinasi yang menarik sekaligus meningkatkan ekonomi masyarakat," tambahnya.
Awane mengungkapkan di kampung halamannya sudah banyak berdiri sekolah. Hanya saja aksesibilitas menuju layanan pendidikan ini masih sangat sulit, terutama bagi siswa yang tinggal di kampung seberang danau. Ibunya yang merupakan seorang guru Bimbingan Konseling bahkan membuka rumahnya untuk menampung anak-anak yang membutuhkan tempat tinggal agar bisa melanjutkan pendidikan.
Kesadaran Awane akan pentingnya pendidikan semakin diperkuat setelah ia memulai studinya di FEB UGM. Melalui tugas-tugas kuliah dan risetnya, ia menemukan fakta bahwa Papua masih menjadi provinsi dengan tingkat kemiskinan tertinggi di Indonesia.
“Berangkat dari rasa keprihatinan melihat sulitnya orang keluar dari lingkaran kemiskinan, sulitnya akses pendidikan, serta dampak kerusakan lingkungan terhadap perekonomian secara umum, saya menjadi tertarik pada isu kemiskinan dan pendidikan,” jelasnya.
Topik skripsinya pun didedikasikan untuk mengevaluasi program pendidikan berbasis dana otonomi khusus Papua. Melalui skripsi yang disusun dibawah bimbingan Gumilang Aryo Sahadewo, S.E., M.A., Ph.D., tersebut ia menyampaikan harapan adanya evaluasi rutin untuk meningkatkan efektivitas program tersebut, tidak hanya untuk kampung halamannya tetapi juga bagi Papua secara keseluruhan.
Tak hanya fokus pada kampung halamannya, Awane juga aktif sebagai relawan pendidikan bagi anak-anak marginal di GREAT Indonesia. Ia juga terlibat dalam program pemberdayaan ekonomi dalam program KUBE (Kelompok Usaha Bersama) dan USEP (Usaha Ekonomi Produktif). Melalui aktivitas kesukarelawanan itu Awane mendapatkan gambaran nyata tentang bagaimana sulitnya orang keluar dari lingkaran kemiskinan. Melalui pendidikan dan pemberdayaan masyarakat, Awane yakin bahwa kemiskinan di Papua dapat dikurangi.
“FEB UGM telah membuka mata saya bahwa perubahan dimulai dari diri sendiri. Saya berharap bisa kembali ke Awabutu dan berkontribusi untuk pendidikan dan ekonomi di sana,” pungkasnya.
Kisah Awane adalah bukti nyata pendidikan memiliki kekuatan untuk mengubah kehidupan dan membawa dampak bagi komunitas. Semangatnya untuk mengentaskan kemiskinan dan memajukan pendidikan di Papua adalah inspirasi bagi generasi muda Indonesia.
Reportase: Shofi Hawa Anjani
Editor: Kurnia Ekaptiningrum
Sustainable Development Goals