Kisah Sukses Alumni FEB UGM Bangun Restoran Dimsum Taigersprung Sejak Kuliah
- Detail
- Ditulis oleh Najwah
- Kategori: Sudut Alumni
- Dilihat: 16
Menjadi pengusaha sukses di usia muda adalah impian bagi banyak orang. Begitupun bagi Buyung Samudra (Business-IUP 2019) yang memiliki mimpi besar bisa sukses membangun bisnis. Alumni Program Sarjana Internasional (IUP) Studi Manajemen FEB UGM ini berbagi pengalaman dalam membangun bisnis restoran dimsum dan Chinese food bernama Taigersprung.
Dalam episode FEBerkarya: Unveiling the Epic Tale behind Taigersprung’s Success belum lama ini Buyung mengungkapkan saat mengembangkan Taigersprung ia masih berstatus mahasiswa semester dua, tepatnya di tahun 2020. Bisnis tersebut dijalankan bersama rekan satu angkatannya yakni Ian Wirawan Jamesie (Business-IUP 2019). Kini, Taigersprung menjadi restoran dimsum yang sangat populer di Yogyakarta dan telah berkembang dengan empat cabang, yaitu dua di Yogyakarta, satu di semarang, dan satu di Solo.
Buyung mengungkapkan ide awal mengembangkan Taigersprung muncul dari adanya celah di pasar makanan dimsum. Pada waktu itu, kalangan muda di Yogyakarta, terutama teman-teman mahasiswa, kesulitan menemukan dimsum yang enak dengan harga terjangkau. Dari situlah, tercetus ide untuk membuka sebuah restoran dimsum yang enak dengan harga yang pas di kantong mahasiswa.
Terhambat Pandemi
Latar belakang keluarga pengusaha membuat Buyung memiliki jiwa bisnis yang kuat. Namun, perjalanan membangun bisnis Taigersprung tidak selalu berjalan mulus. Di awal pendiriannya, restoran ini belum sesukses sekarang. Didirikan di awal masa pandemi Covid-19 pada April 2020, menjadikan penjualan terkendala karena adanya pembatasan aktivitas dan kekhawatiran masyarakat untuk membeli makanan di luar. Untuk menjaga keberlangsungan usaha, Buyung dan Ian memutuskan untuk memangkas biaya operasional. Meskipun begitu, mereka tidak memotong gaji karyawan, melainkan memilih untuk tidak mengambil gaji selama empat bulan pertama. Tak hanya itu, mereka juga berbagai pekerjaan, seperti membeli bahan baku di pasar dan menjadi kasir juga mereka lakukan sendiri.
“Paling down ketika Covid karena banyak orang yang gak berani makan di luar dan beli makanan lewat ojol. Saat itu, kami tahu kalau penjualan gak akan naik, jadi kami akhirnya memutuskan untuk memotong biaya operasional,” ujar Buyung.
Kuliah sekaligus menjalankan bisnis tentu bukan hal yang mudah. Namun Buyung mengaku tidak kesulitan dalam mencari waktu antara kuliah dan bisnis karena pembelajaran daring jarak jauh yang dilakukan selama pandemi. Hal ini memungkinkan ia mengikuti kelas daring sembari mengelola restoran. Aktivitasnya berkuliah dan menjaga restoran ini berlangsung selama kurang lebih 2-3 bulan awal pendirian, yaitu ketika mereka harus menekan biaya operasional.
Terapkan Ilmu Kuliah ke Bisnis
Buyung mengungkapkan sangat terbantu dalam menjalankan bisnis dengan ilmu yang diperoleh selama menjalankan studi di FEB UGM. Ia mendapatkan banyak mata kuliah yang sangat relevan dengan pengembangan bisnis, salah satunya perilaku konsumen.
Pengetahuan yang ia dapat dari mata kuliah ini membantunya menciptakan Ideal Customer Avatar (ICA), yakni sebuah profil yang merinci karakteristik konsumen ideal suatu bisnis, seperti demografi, psikografi, perilaku, kebutuhan, dan hambatan. Dengan memahami Ideal Consumer Avatar (ICA), Buyung mampu mengembangkan menu dan strategi bisnis Taigersprung secara lebih efisien tanpa memerlukan riset yang memakan banyak waktu dan biaya.
Buyung menyampaikan pesan kepada mereka yang ingin memulai bisnis untuk berani mengambil langkah pertama. Selain itu, ia juga menekankan pentingnya optimisme dalam memulai suatu usaha, asalkan jangan terlalu berlebihan. Kedepannya, Buyung berharap dapat memberikan dampak positif yang lebih luas kepada masyarakat luas, terutama pelanggan dan karyawannya.
“Saya ingin memberikan dampak ke masyarakat dan membuka lapangan pekerjaan. Sekarang, ada 75 karyawan di Taigersprung dan mereka inilah yang memotivasi kami untuk dapat berkembang lebih besar lagi,” pungkasnya.
Penulis: Najwah Ariella Puteri
Editor: Kurnia Ekaptiningrum
Sustainable Development Goals