- Detail
- Ditulis oleh FEB UGM
- Kategori: Berita
- Dilihat: 3342
Perpustakaan FEB UGM telah mengeluarkan kartu anggota baru yang dapat digunakan untuk memperoleh pelayanan perpustakaan di lingkungan FEB UGM meliputi Perpustakaan S1, Perpustakaan Magister Akuntansi (Maksi), Perpustakaan Magister Ekonomika Pembangunan (MEP), Magister Manajemen (MM) dan Perpustakaan Profesi Akuntansi (PPAk). Penggunaan kartu baru ini sudah diberlakukan sejak tanggal 1 Juni 2011, bagi mahasiswa FEB (semua program studi) yang berminat untuk memiliki kartu anggota baru tersebut silahkan menghubungi Bagian Sirkulasi Perpustakaan FEB UGM Unit 1. Kartu ini berlaku untuk seluruh mahasiswa S1, S2, S3 dan Profesi Akuntansi Fakultas Ekonomika dan Bisnis UGM dengan masa aktif selama berstatus mahasiswa FEB.
Persyaratan yang harus diperhatikan adalah Pas Foto Resmi dengan format digital yang dapat diunggah melalui Sintesis Akademik FEB UGM http://academics.feb.ugm.ac.id (dengan login akun masing-masing).
Sumber: arif
- Detail
- Ditulis oleh FEB UGM
- Kategori: Berita
- Dilihat: 2784
Diumumkan kepada semua mahasiswa Program S1 (Reguler dan Internasional) bahwa fakultas tetap menyelenggarakan Kegiatan Antar Semester (KAS) tahun 2011.
Berkaitan dengan hal tersebut mahasiswa yang berminat menempuh kuliah pada Kegiatan Antar Semester (KAS) tahun 2011 dimohon memperhatikan kalender akademik Kegiatan Antar Semester sebagai beikut:
- Pra-Pengisian Rencana Studi, 13 s.d. 17 Juni 2011
- Pembayaran dan pengisian rencana studi, 27 dan 28 Juni 2011
- Perbaikan dan Pembatalan rencana studi, 30 Juni dan 1 Juli 2011
- Kuliah tahap I, 30 Juni s.d. 20 Juli 2011
- Ujian sisipan, 21 s.d. 23 Juli 2011
- Kuliah tahap II, 25 Juli s.d. 12 Agustus 2011
- Ujian akhir, 15, 16, dan 18 Agustus 2011
Informasi selanjutnay silahkan lihat di Sintesis Akademik (http://academics.feb.ugm.ac.id).
- Detail
- Ditulis oleh FEB UGM
- Kategori: Berita
- Dilihat: 4389
Ekonom UGM mendesak pemerintah untuk menggabungkan UU Nomor 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah dan UU Nomor 33/2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Hal itu perlu dilakukan karena adanya disharmoni lembaga pusat dan daerah, antara lain, mengenai alokasi dana, maraknya kasus hukum dan KKN yang menimpa para pejabat pemerintah, hingga kesejahteraan rakyat yang belum tercapai secara optimal.
“Dengan undang-undang baru hasil amandemen tersebut diharapkan bisa mengedepankan pentingnya pembagian kewenangan dan urusan antara pusat maupun daerah yang diikuti dengan pedoman-pedoman. Misalnya, bagi daerah yang punya kemampuan keuangan dan administrasi akan mendapatkan alokasi dana berbeda dari rata-rata daerah lain,” kata ekonom yang juga anggota Tim Naskah Akademik Desentralisasi Fiskal, Dr. Anggito Abimanyu, dalam workshop dan seminar 'Satu Dasawarsa Desentralisasi Fiskal'. Acara digelar di Hotel Melia Purosani, Jumat (3/6).
Menurut Anggito, desentralisasi fiskal selama ini memang kurang berhasil sehingga perlu dilakukan perbaikan. Mencuatnya kasus hukum yang menimpa para pejabat pemerintah di pusat dan daerah merupakan bukti disharmoni urusan dan pembagian kewenangan tersebut. “Belum lagi kalau kita bicara tentang pasal-pasal yang ambigu. Misalnya, pemerintah daerah diberi urusan, tapi tidak diberikan anggaran atau sebaliknya, tidak diberi urusan, tapi justru dapat anggaran,” katanya.
Senada dengan itu, Prof. Wihana Kirana Jaya, Ph.D. menuturkan masih terpisahnya kedua undang-undang itu menyebabkan timbulnya persepsi yang berbeda-beda dalam pemaknaan dan implementasi. Akibatnya kemudian memunculkan sebuah pemerintahan yang predator karena tidak mementingkan kepentingan publik. “Kalau mengedepankan kepentingan publik jelas kewenangannya, check dan balance jelas, dan lebih efisien alokasi anggarannya,” ujar Wihana.
Sementara itu, Dr. Revrisond Baswir, M.B.A. mengatakan tata cara mengelola urusan domestik melalui payung dua undang-undang tersebut diletakkan dalam konteks Indonesia sebagai bagian dari masyarakat. Sayangnya, untuk mengelola urusan rumah tangga, kepentingan internasional ikut bermain. “Aktor yang bermain kemudian bukan saja aktor domestik, tetapi juga internasional juga, maka saya melihat ini sebuah legalisasi neokolonialisme,” kata Revrisond.
Revrisond juga menilai dampak penerapan UU Nomor 32 dan 33 tahun 2004 memperlemah ketahanan dan kedaulatan bangsa Indonesia. Apalagi, dengan ikut bermainnya kepentingan internasional di dalamnya.
Sumber: Satria/UGM
- Detail
- Ditulis oleh FEB UGM
- Kategori: Berita
- Dilihat: 3221
Reformasi birokrasi di Indonesia sangat tergantung pada siapa pemimpin yang berkuasa saat itu. Dengan kata lain, sebagus apapun sistem yang diterapkan tetap saja tergantung kepada siapa pejabat yang memimpin instansi atau departemen tersebut.
Menurut mantan Kepala Badan Kebijakan Fiskal, Dr. Anggito Abimanyu, kondisi itu dapat dilihat pada reformasi birokrasi di Departemen Keuangan. Sewaktu dipimpin oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani, para pejabat eselon 1 struktural dilarang merangkap jabatan, termasuk jabatan komisaris BUMN. Fokusnya adalah reformasi struktural di Direktorat Jenderal Pajak, Bea Cukai, Perbendaharaan dan Kekayaan Negara, yang dibarengi dengan pembentukan Badan Kebijakan Fiskal (BKF).
Sementara itu, menurut Anggito, saat ini justru dilakukan pemisahan reformasi birokrasi pada beberapa unit tersebut. "Padahal, kebijakan itu sebenarnya bukan prioritas pembenahan masalah perpajakan. Nah, kalau soal larangan main golf itu sekarang, ya tidak tahu masih berlaku tidak," ujar Anggito dalam acara peluncuran bukunya yang berjudul 'Refleksi dan Gagasan Kebijakan Fiskal', yang diselenggarakan di Auditorium Magister Manajemen UGM, Rabu (25/5).
Dalam buku setebal 274 halaman itu, Anggito menyampaikan reformasi birokrasi di bawah kepemimpinan yang jujur, tegas, dan visioner merupakan syarat penting dalam mengubah cara pikir birokrat. Yang sering mengganggu adalah budaya ewuh pakewuh dan comfort zone. Ini menyebabkan SDM yang berani mengambil keputusan dan visioner harus tersingkir atau dimutasi. "Trauma masa lalu, seperti BLBI, dan krisis serta agresivitas pengawas, seperti KPK, BPK, dan kejaksaan mengakibatkan kelambatan pengambilan keputusan," tutur Anggito yang saat ini menjabat Direktur Penelitian Ekonomika dan Bisnis (P2EB) UGM.
Khusus reformasi perpajakan, Anggito menilai perlu terus ditingkatkan. Munculnya beberapa masalah, seperti kasus mafia pajak dan Gayus, serta masalah lain, seperti rendahnya penerimaan Pph orang pribadi, membuat kebutuhan untuk meneruskan reformasi perpajakan menjadi isu penting. Selain itu, tantangan terbesar untuk mengembalikan reputasi dan kepercayaan masyarakat kepada institusi perpajakan juga masih belum terpenuhi. "Dalam menarik pajak, perlu dipertimbangkan beberapa hal agar sesuai dengan tujuan lain, yakni tetap mendorong investasi," kata Anggito.
Selain berbicara tentang reformasi birokrasi, Anggito mengemukakan beberapa topik lain yang juga menarik dalam bukunya, antara lain, Fenomena Capital Inflow dan Inflasi, Renegosiasi ACFTA, Keputusan IPO PT Krakatau Steel, Kenaikan Harga BBM, Divestasi Newmont, Subsidi Listrik, Bank Century dan Posisi Indonesia dalam G20.
Rektor UII, Prof. Dr. Edy Suandi Hamid, M.Ec. selaku pembahas menilai tulisan Anggito Abimanyu, baik ketika masih berada di lingkaran birokrasi maupun di kampus, tetap konsisten santun dan tidak takut berseberangan dengan pendapat ekonom lain. "Tulisannya tidak menggurui dan santun. Lihat dan bandingkan saja tulisan Anggito ketika masih di kekuasaan maupun di kampus, tetap kritis dan sopan," kata Edy.
Buku yang diluncurkan hari ini merupakan kumpulan tulisan Anggito mengenai ekonomi, khususnya keuangan dan fiskal. Hampir seluruh tulisan di buku ini telah dimuat di media massa dan diolah kembali. Pengantar buku ditulis oleh cendekiawan yang menjabat sebagai Ketua Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres), Prof. Dr. Emil Salim.
Peluncuran buku yang melibatkan Prof. Dr. Edy Suandi Hamid, M.Ec. (Rektor UII) dan Wisnu Nugroho (wartawan) sebagai pembahas itu juga dilakukan penyerahan buku dan CD secara simbolis kepada Prof. Dr. Sukanto Reksohadiprodjo, M.Com. (mantan Rektor dan Dekan Fakultas Ekonomika dan Bisnis UGM) dan Walikota Yogyakarta, Herry Zudianto. Acara juga dimeriahkan dengan penampilan Dira Sugandhi yang membawakan lagu dari CD 'Olah Rasa, Olah Kata, dan Olahraga' karya Anggito Abimanyu.
Sumber: Satria/UGM
- Detail
- Ditulis oleh FEB UGM
- Kategori: Berita
- Dilihat: 3858
Anda penggemar kopi? Tidak ada salahnya Anda mencoba Ricebran Coffee. Kopi yang satu ini memberikan alternatif rasa bagi para penikmat kopi yang ingin mencari sensasi baru minum kopi.
Ricebran Coffee merupakan inovasi produk minuman kopi dengan menambahkan bekatul di dalamnya. Minuman ini mengombinasikan unsur ‘nikmat’ dari kopi dengan ‘kesehatan’ yang diperoleh dari bekatul. Lahir dari tangan-tangan kreatif sejumlah mahasiswa UGM, yakni Fuad Assani, Mathias Mahendra (mahasiswa FEB UGM), Mila Permatasari, Sieta Rahmawati, dan Yuntia Astutisari.
Nama Ricebran Coffee mungkin belum begitu familiar. Produk ini baru beredar sekitar bulan Maret lalu. Usaha pembuatan kopi bekatul ini berawal dari keprihatinan kelima mahasiswa muda tersebut akan kondisi bekatul yang cukup melimpah, tetapi belum begitu banyak dimanfaatkan, apalagi untuk dijadikan makanan/minuman yang dapat dikonsumsi oleh manusia.
Kondisi itulah yang pada akhirnya menginspirasi Sani bersama keempat rekannya untuk mengolah bekatul menjadi sesuatu yang lebih bermanfaat dan bernilai ekonomis. "Bekatul memiliki sekitar 80% vitamin yang terkandung dalam gabah. Kandungan gizinya juga cukup tinggi dan ditambah komponen bioaktif oryzanol, tokoferol, dan asam ferulat menjadikan bekatul sebagai bahan baku yang berpotensi untuk dijadikan pangan fungsional," kata Fuad Assani di Kampus UGM baru-baru ini.
Lalu mengapa kopi yang dipilih? Mereka menciptakan Ricebran Coffee karena melihat kecenderungan anak muda saat ini yang sangat dekat dengan kebiasaan meminum kopi. "Kopi telah menjadi sarana untuk bersosialisasi dan bagian dari gaya hidup bagi anak muda," terangnya.
Membuat Ricebran Coffee cukup mudah. Bekatul yang akan digunakan sebagai campuran kopi disaring terlebih dahulu hingga didapat bekatul halus. Biasanya dari 1 kg bekatul kasar akan diperoleh 500 gram bekatul halus. Setelah disaring, bekatul dikukus selanjutnya disangrai. Hasil bekatul sangrai inilah yang siap untuk diracik bersama dengan kopi dan susu menjadi 'kopi bekatul'. "Dalam satu kali produksi membutuhkan 1 kg bekatul, 250 gram kopi robusta, menghasilkan 40 cup kopi bekatul. Tiap cup masing-masing diberi tambahan 150 ml susu segar," tambah Yuntia.
Ricebran Coffee dipasarkan dengan tiga variasi rasa ialah coklat, strawberry, dan blueberry. Dengan harga Rp5000,00 per cup ukuran 350 ml, mereka dapat menjual sekitar 20-30 cup tiap hari. "Untuk sementara, kami baru memasarkannya di kantin FEB UGM," ujarnya.
Lahirnya produk ini bermula dari keikutsertaan lima mahasiswa muda tersebut dalam Program Kreativitas Mahsiswa (PKM) 2011. Proposal usaha yang mereka ajukan lolos seleksi dan mendapat bantuan dana pengembangan dari Dikti sebesar Rp4.500.000,00. [Ika/UGM]
- Detail
- Ditulis oleh FEB UGM
- Kategori: Berita
- Dilihat: 5490
Menjadi wirausaha bukan sekadar mencari harta kekayaan, tetapi mencari ‘kesejahteraan’ yang sesungguhnya. Hal itu ditunjukkan dengan berperilaku jujur, bekerja keras, menjunjung nilai moral, dan mampu menjaga kepercayaan. “Tidak sedikit yang ingin jadi wirausaha dengan berpikir spekulatif, mencari jalan pintas tanpa kerja keras, sehingga banyak wirausaha yang serakah akan uang,” kata praktisi dan staf pengajar MM UGM, Boyke R. Purnomo, dalam pelatihan kewirausahaan di hadapan puluhan kelompok petani Desa Kemadang, Gunung Kidul.
Boyke menerangkan tiga ciri wirausaha yang dikenal dengan istilah 3M, yakni motivasi, melakukan, dan mindset. Selain memiliki motivasi yang kuat, menjadi wirausaha harus diikuti semangat, komitmen, disiplin serta pantang menyerah. “Bila punya motivasi yang kuat, paling tidak 30 persen usahanya sudah mendekati berhasil,” katanya.
Namun, menjadi seorang wirausaha tidak dapat dicapai dengan banyak berteori tanpa mencoba melakukannya. Boyke mengibaratkan menjadi wirausaha tak ubahnya belajar bersepeda. “Kita tidak akan bisa mengendarai sepeda dengan baik tanpa belajar mengayuh sepeda lebih dahulu. Kadang harus jatuh dan luka dibuatnya,” katanya.
Selanjutnya, ciri karakter wirausaha adalah memiliki keinginan untuk tumbuh dan berubah. “Bila seseorang mencari posisi yang stagnan, tidak ada perubahan selama hidupnya, dan tidak memiliki rencana hidup yang jelas, maka dia bukan ciri seorang wirausaha,” katanya.
Wirausaha selalu bersahabat dengan ketidakpastian. Menurut Boyke, ketidakpastian bukanlah untuk ditakuti karena di dalamnya terdapat sebuah peluang. “Seorang pemenang itu adalah orang yang mampu memanfaatkan peluang. Ketidakpastian merupakan ladang untuk mencari ragam peluang,” ujarnya.
Ciri wirausaha lainnya adalah selalu berupaya untuk mencari cara baru guna membuka peluang. Namun, apabila dihadapkan pada banyak pilihan, yang perlu diambil adalah yang dianggap paling baik. “Peluang yang paling baik akan membuat lebih fokus,” katanya.
Wirausaha selalu berpikir positif. Berpikir positif mendorong seseorang lebih bersemangat dalam bekerja. Namun, yang tidak kalah penting adalah berkarakter produktif, bukan konsumtif. “Mudah diucapkan, namun sulit dilakukan sebab harta kekayaan yang dimiliki menjadikan seseorang tidak mampu mengelola kebutuhan dan keinginannya,” tambahnya.
Boyke menuturkan wirausaha bukan tipe wait and see, tapi see and do. Oleh karenanya, kesempatan yang tidak selalu datang dua kali harus disiapkan dengan sebaik mungkin untuk meraihnya. “Sebab, beruntung itu adalah bertemunya kesempatan dan persiapan,” pungkasnya.
Sumber: Gusti/UGM
Halaman 197 dari 217